TAQWA : Kunci Menggapai Masadepan Yang Gemilang Serta Kehidupan Yang Hakiki

Pada hakekatnya tak ada penyejuk yang benar-benar menyegarkan, dan tak ada obat yang paling mujarab selain taqwa kepada Allah.
Hanya taqwa kepadaNyalah satu-satunya jalan keluar dari berbagai problem kehidupan, yang mendatangkan keberkahan hidup, serta menyelamatkan dari adzabNya di dunia maupun di akhirat nanti, karena taqwa jualah seseorang akan mewarisi Surga Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Pengertian taqwa itu sendiri mengandung makna yang bervariasi di kalangan ulama. Namun semuanya bermuara kepada satu pengertian yaitu seorang hamba meminta perlindungan kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dari adzabNya, hal ini dapat terwujud dengan melaksanakan apa yang di perintahkan-Nya dan menjauhi apa yang di larang-Nya.
Bila kata taqwa disandarkan kepada Allah maka artinya takutlah kepada kemurkaanNya, dan ini merupakan perkara yang besar yang mesti ditakuti oleh setiap hamba. Imam Ahmad bin Hambal Radhiallaahu anhu berkata, “Taqwa adalah meninggalkan apa-apa yang dimaui oleh hawa nafsumu, karena engkau takut (kepada Dzat yang engkau takuti)”. Lebih lanjut ia mengatakan, “Takut kepada Allah, ridha dengan ketentuanNya dan mempersiapkan diri untuk menghadapi hari kiamat nanti.”

Pada hakekatnya Allah Subhannahu wa Ta'ala mewasiatkan taqwa ini, bukan hanya pada umat Nabi Muhammad, melainkan Dia mewasiatkan kepada umat-umat terdahulu juga, dan dari sini kita bisa melihat bahwa taqwa merupakan satu-satunya yang diinginkan Allah.
Allah Subhannahu wa Ta'ala menghimpun seluruh nasihat dan dalil-dalil, petunjuk-petunjuk, peringatan-peringatan, didikan serta ajaran dalam satu wasiat yaitu Taqwa.
Pernah suatu ketika Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam berwasiat mengenai taqwa, dan kisah ini diriwayatkan oleh Irbadh bin Sariyah bahwa Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam shalat subuh bersama kami, kemudian memberi nasihat dengan nasihat yang baik yang dapat meneteskan air mata serta menggetarkan hati yang mendengarnya. Lalu berkatalah salah seorang sahabat, “Ya Rasulullah, sepertinya ini nasihat terakhir oleh karena itu nasihatilah kami”. Lalu Nabi bersabda:

Artinya: “Aku wasiatkan kepadamu agar kamu bertaqwa kepada Allah, mendengar dan mentaati, sekalipun kepada budak keturunan Habsyi. Maka sesungguhnya barangsiapa di antara kamu hidup (pada saat itu), maka dia akan menyaksikan banyak perbedaan pendapat. Oleh karena itu hendaklah kamu mengikuti sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah kuat-kuat dengan gigi gerahammu (peganglah sunnah ini erat-erat). Dan berwaspadalah kamu terhadap perkara yang diada-adakan (bid’ah) karena setiap bid’ah itu sesat”.(HR. Ahmad, hadits ini hasan shahih, ).

Tentang sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam: “Aku wasiatkan kepadamu agar kamu bertaqwa kepada Allah, mendengar dan mentaati”, tersebut di atas, Ibnu Rajab berkata, bahwa kedua kata itu yaitu mendengar dan mentaati, mempersatukan kebahagiaan dunia dan akhirat. Adapun taqwa merupakan penjamin kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Di samping itu taqwa juga merupakan sebaik-baiknya pakaian dan bekal orang mu’min, hal ini seperti yang digambarkan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam firmanNya surat Al-A’raaf ayat 26 dan Al-Baqarah ayat 197. Allah berfirman:
Hai anak Adam, sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang terbaik. (Al-A’raaf: 26).
Allah Ta'ala menganugerahkan kepada hamba-hambaNya pakaian penutup aurat (al-libas) dan pakaian indah (ar-risy), maka al-libas merupakan kebutuhan yang harus, sedangkan ar-risy sebagai tambahan dan penyempurna, artinya Allah menunjuki kepada manusia bahwa sebaik-baik pakaian yaitu pakaian yang bisa menutupi aurat yang lahir maupun batin, dan sekaligus memper-indahnya, yaitu pakaian at-taqwa. Qasim bin Malik berkata, maksud pakaian taqwa adalah al-hayaa’ (malu). Sedangkan Ibnu Abbas berpendapat bahwa pakaian taqwa adalah amal shalih, wajah yang simpatik, dan bisa juga bermakna segala sesuatu yang Allah ajarkan dan tunjukkan.
Adapun taqwa sebagai sebaik-baiknya bekal sebagaimana tertuang dalam firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 197:

“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepadaKu, hai orang-orang yang berakal”

Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat tersebut, dengan menyatakan bahwa kalimat “sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa”, menunjukkan bahwa tatkala Allah memerintahkan kepada hambaNya untuk mengambil bekal dunia, maka Allah menunjuki kepadanya tentang bekal menuju akhirat (yaitu taqwa).
Seandainya kita mampu mengaplikasikan atau merealisasikan, kedua ayat di atas bukanlah suatu hal yang mustahil, dan itu merupakan modal utama bagi kita untuk bersua kepada Sang Pencipta.
Banyak sekali faktor-faktor penunjang agar kita bisa merasakan ketaqwaan tersebut, di antaranya:
1. Mahabbatullah
2. Muraqabatullah (merasakan adanya pengawasan Allah)
3. Menjauhi penyakit hati
4. Menundukkan hawa nafsu
5. Mewaspadai tipu daya syaitan
1. Mahabbatullah
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata:
“Mahabbah itu ibarat pohon (kecintaan) dalam hati, akarnya adalah merendahkan diri di hadapan Dzat yang dicintainya, batangnya adalah ma’rifah kepadaNya, rantingnya adalah rasa takut kepada (siksa)Nya, daunnya adalah rasa malu terhadapNya, buah yang dihasilkan adalah taat kepadaNya, bahan penyiramnya adalah dzikir kepadaNya, kapan saja, jika amalan-amalan tersebut berkurang maka berkurang pulalah mahabbahnya kepada Allah”.
2. Merasakan adanya pengawasan Allah.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
“Dan Dia bersamamu di mana saja kamu berada. Dan Allah melihat apa-apa yang kamu kerjakan”. (Al-Hadid: 4).
Makna ayat ini, bahwa Allah mengawasi dan menyaksikan perbuatanmu kapan saja dan di mana saja kamu berada. Di darat ataupun di laut, pada waktu malam maupun siang. Di rumah kediamanmu maupun di ruang terbuka. Segala sesuatu berada dalam ilmuNya, Dia dengarkan perkataanmu, melihat tempat tinggalmu, di mana saja adanya dan Dia mengetahui apa yang kamu sembunyikan serta yang kamu fikirkan”. (Tafsir Al-Qur’anul Adzim, IV/304).
3. Menjauhi penyakit hati
Para hadirin.
Di dunia ini tidak ada yang namanya kejahatan dan bencana besar, kecuali penyebabnya adalah perbuatan-perbuatan dosa dan maksiat. Adapun penyebab dosa itu teramat banyak sekali, di antaranya penyakit hati, penyakit yang cukup kronis, yang menimpa banyak manusia, seperti dengki, yang tidak senang kebahagiaan menghinggap kepada orang lain, atau ghibah yang selalu membicarakan aib orang lain, dan satu penyakit yang tidak akan diampuni oleh Allah yaitu Syirik. Oleh karena itu mari kita berlindung kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dari penyakit itu semua.
4. Menundukkan hawa nafsu
Apabila kita mampu menahan dan menundukkan hawa nafsu, maka kita akan mendapatkan kebahagiaan dan tanda adanya nilai takwa dalam pribadi kita serta di akhirat mendapat balasan Surga. Seperti firman Allah yang artinya:
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada Tuhannya dan menahan diri dari keinginan nafsunya, maka sesungguhnya Surgalah tempat tinggalnya.” (An-Nazi’at: 40-41)
5. Mewaspadai tipu daya syaithan

Seperti kita ketahui bersama bahwasanya syaithan menghalangi orang-orang mu’min dengan beberapa penghalang, yang pertama adalah kufur, jikalau seseorang selamat dari kekufuran, maka syaithan menggunakan caranya yang kedua yaitu berupa bid’ah, jika selamat pula maka ia menggunakan cara yang ketiga yaitu dengan dosa-dosa besar, jika masih tak berhasil dengan cara ini ia menggoda dengan perbuatan mubah, sehingga manusia menyibukkan dirinya dalam perkara ini, jika tidak mampu juga maka syaithan akan menyerahkan bala tentaranya untuk menimbulkan berbagai macam gangguan dan cobaan silih berganti.
Maka tidak diragukan lagi, bahwa mengetahui rintangan-rintangan yang dibuat syaithan dan mengetahui tempat-tempat masuknya ke hati anak Adam dari bujuk rayu syaithan merupakan poin tersendiri bagi kita.
Demikianlah apa-apa yang bisa saya sampaikan, marilah kita berharap kepada Allah semoga kita termasuk orang-orang yang Muttaqin yang selalu istiqomah pada jalanNya.

Maksiat Penduduk Negeri

Taqwa adalah bekal seorang hamba ketika ia menghadap kepada Sang Pencipta, bekal yang kelak menjadi hujjah baginya di hadapan Tuhannya, bahwa kehidupannya dialam dunia telah dipergunakan sebaik-baiknya. Untuk itulah wahai kaum Muslimin sekalian, marilah kita perbaiki dan satukan niat serta tekad, untuk meraih predikat golongan mahluk Allah yang muttaqin yang selalu meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah dan RasulNya, untuk dapat mengambil apa-apa yang telah dijanjikan, berupa kehidupan yang baik di dunia dan Surga yang abadi kelak di akhirat.
“Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa”. (Al-baqarah: 197).
“Sesungguhnya orang-orang bertaqwa itu berada dalam Surga (taman-taman) dan (didekat) mata air-mata air yang mengalir”. (Al-Hijr: 45).
Allah ciptakan mahluk dan Allah sertakan bersama mereka nabi-nabi dan rasul-rasul sebagai utusan yang menerangkan dan menjelaskan konsep tatanan hidup selama berada di alam yang serba cepat dan fana ini, Allah turunkan pula kitab-kitab-Nyabersama para utusan-utusan itu, sebagai aturan main di dalam dunia, baik hubungan sesama mahluk, lebih-lebih hubungan mahluk dengan penciptanya. Di antara kitab-kitab yang Allah turunkan ialah Al-Qur'an, mu’jizat nabi mulia yang menjelaskan tuntunan Allah, aturan terakhir penutup para nabi dan rasul.
“Sesungguhnya kami telah pengutusmu (muhammad) dengan kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan”. (Al-Baqarah: 119).
Allah turunkan Al-Qur’an untuk menyelesaikan masalah-masalah di antara mereka dan juga untuk mengingatkan mereka akan yaumul mii’aad yaitu hari pembalasan terhadap apa-apa yang telah dilakukan oleh para penghuni alam dunia.
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”. (An-Nahl: 44).
Kaum muslimin rahimakumullah
Akan tetapi di balik semua itu, realita yang terjadi, kita sering dan teramat sering dikejutkan dan dibuat prihatin dengan musibah yang acap kali menimpa negeri ini. Masih terngiang ditelinga kita peristiwa meletusnya gunung Merapi yang terjadi beberapa waktu yang lalu, yang memakan korban manusia dan memaksa mengungsi dari tempat-tempat tinggal mereka, banjir yang berujung pada tsunami yang berulang kali terjadi di beberapa tempat, padahal baru kemarin kita merasakan bagaimana pilu da sedihnya saudara-saudara kita yang terkena banjir lumpur di Wasior, bahkan yang harus diwaspadai adalah gunung di beberapa tempat sudah mulai aktif kembali dan siap memuntahkan isi kandungannya.
Huru-hara terjadi diberbagai kota diiringi hancurnya tempat-tempat tinggal dan pusat-pusat keramaian dengan kobaran api yang melalap baik materi maupun sosok-sosok jiwa sebagai pelengkapnya, pembantaian yang telah dan terus berlangsung secara biadab terjadi di beberapa tempat dan entah berapa tempat lagi yang akan terjadi di belahan negeri ini, busung lapar anak manusia di negeri ini sering kita dengar meskipun konon katanya kita berada di negeri subur nan tropis yang gemah ripah loh jinawi, dan dihantam pula dengan belum stabilnya nilai rupiah yang mengakibatkan krisis moneter yang berdampak kemiskinan, pengangguran dan kelaparan masih saja kita rasakan, penyakit-pernyakit aneh dan kotor mulai merebak dan meng-gerogoti penduduk negeri ini dan berbagai musibah yang telah menghadang di hadapan mata, termasuk di dalam hancurnya generasi-generasi muda penerus bangsa ini disebabkan terha-nyut dan tenggelam bersama obat-obat setan yang terlarang.
Apakah adzab telah mengintai negeri ini, dikarenakan kita telah mengabaikan atau bahkan meremehkan risalah kenabian yang di bawa oleh Nabi Muhammad. Apakah kita akan menjadi seperti kaum Nuh yang Allah tenggelamkan dikarenakan mendustakan seorang rasul, atau kaum Tsamud yang disebabkan tak beriman, membusungkan dada dan menantang datangnya adzab, Allah jadikan mereka mayat-mayat yang bergelimpangan dengan gempa yang mengguncang mereka, atau seperti kaum Luth yang dikarenakan perzinaan sesama jenis, homosexsual, Allah hujani mereka dengan batu, atau seperti kaum Madyan yang Allah jadikan mereka mayat-mayat yang bergelimpangan disebabkan curang dalam takaran dan timbangan serta membuat kerusakan dimuka bumi dan menghalangi orang untuk beriman, atau seperti kaum ‘Aad yang disebabkan tidak memurnikan tauhid dan bersujud kepadaNya, Allah kirim kepada mereka angin yang sangat panas yang memusnahkan mereka.
Kaum-kaum terdahulu Allah hancurkan dan luluh lantahkan disebabkan satu dua kemungkaran yang dikepalai kesyirikan, sekarang bagaiman dengan kita, apa yang kita saksikan dan alami sekarang ini, apa yang terjadi ditempat kita, lingkungan kita, dikota kita, dan bahkan di seantero negeri kita?, maksiat terjadi dimana-mana, pergaulan lawan jenis dan perzinaan yang keluar dari norma-norma agama semakin menggila, ditambah lagi media-media masa visual dan non-visual ikut melengkapi ajang syaitan ini dengan dalih seni dan hak-hak asasi manusia, padahal Allah dan RasulNya telah jelas-jelas mengharamkan hal tersebut. Firman Allah :
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk” (Al-Isra’: 32).
Dan dalam sebuah hadits shahih Rasul bersabda:
مَنْ وَجَدْتُمُوْهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوْطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُوْلَ بِهِ.
“Barangsiapa di antara kalian yang menemui mereka yang melakukan perbuatan kaum Luth (homosexsual) maka bunuhlah kedua pelakunya”. (riwayat Abu dawud dan At-Tirmidzi).
pertanyaan bagi kita semua, Kemana hak Allah dan RasulNya?. Kecurangan dalam perniagaan yang terjadi pada kaum Madyan pun terjadi sekarang, kecurangan bukan hanya curang dalam timbangan secara zhahir, tetapi penindasan, tipu muslihat, sampai kepada sogok menyogok dan riba pun seakan suatu yang harus dilakukan, kemana firman Allah:
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang”. (Al-Muthaffifin:1).
Dan Rasulpun melaknat orang yang menyogok dan yang disogok, sebagaimana hadis shahih yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad.
Berbagai bentuk perjudian pun digelar, pembunuhan yang tanpa memperhitungkan nilai kemanusiaan dan agama pun terus terjadi silih berganti, padahal Rasul Shalallaahu alaihi wasalam telah memperingatkan untuk meninggalkan tujuh hal yang menghancurkan.
اِجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ. قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: الشِّرْكُ بِاللهِ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِيْ حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَالسِّحْرُ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيْمِ وَالتَّوَلِّيْ يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلاَتِ الْمُؤْمِنَاتِ.
Yang artinya: “Jauhilah tujuh hal yang menghancurkan (membina-sakan)”. Bertanya para sahabat, apa itu yang Rasulullah?, bersabda beliau: “Syirik (menyekutukan Allah), membunuh jiwa yang Allah haramkan, kecuali yang dibenarkan syari’at, sihir (tenung dan santet), memakan riba, memakan (menyelewengkan) harta anak yatim, lari dari pertempuran (karena takut), menuduh wanita baik-baik berzina”. (Ash-Shahihain).
Akan tetapi semua ini berlaku, perbuatan syirik yang merupakan biang malapetaka dunia dan akhirat kini seolah telah menjadi sesuatu kebutuhan, berapa banyak kita dapati media masa yang menjajakan kesyirikan, ulama-ulama sesat menyeru umat kepada perbuatan syirik dengan membungkus sedemikian rupa untuk menipu umat, dan kini mereka telah menancapkan kaki-kaki mereka.
Segala sesuatunya kini telah terbalik, yang hak dikatakan dan dianggap batil, yang batil dipertahankan, dan tidak malu-malu di hadapan yang hak. Siapakah yang bertanggung jawab akan hal ini?, yang jelas kita semua bertanggung jawab, kita sebagai umara’, ulama maupun pribadi-pribadi muslim. Sebagaiman firman Allah
“Jikalau sekiranya penduduk-penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (Al-A’raf: 96).
Kaum Muslimin jamaah shalat Jum’at yang mulia.
Islam adalah satu-satunya ajaran yang menjamin ketenteraman dan kesejahteraan hidup, tidak saja di dunia, tetapi bahkan di akhirat, sebab ajaran ini adalah ajaran dari Dzat yang maha memberikan jaminan bagi kebutuhan insan.
Untuk menyelamatkan negeri dan umat ini tidak lain adalah kita kembali memurnikan dan menegakkan ajaran Allah sang pencipta kita, ketika umat semakin jauh dari ajarannya semakin gencar pula azab yang akan diterima dan ditimpahkan, oleh karena itu ada baiknya kita menilik kembali perkataan Syaikh Ali Hasan Al-Atsari bahwa tidak ada jalan lain dalam mengembalikan umat dan memperbaiki umat ini kecuali dengan tashfiyah dan tarbiyah sebagaimana yang disebutkan di dalam kitabnya “At-Tashfiah wat Tarbiyah”, “Bahwa kondisi yang buruk yang menimpa kaum muslimin dewasa ini adalah akibat terlalu jauhnya mereka dari kitab Allah dan sunnah RasulNya “. Kenapa hal itu bisa terjadi, Syaikh Abdurrahman Ibnu Yahya Al-Muallimi Al-Yamani tokoh ulama salaf abad XIV H yang dinukil dalam buku At-Tashfiah wat Tarbiyah hal 19-20 bahwa hal itu terpulang pada tiga persoalan.
1. Tercampurnya ajaran yang bukan dari Islam dengan ajaran Islam.
2. Lemahnya kepercayaan orang akan apa yang menjadi ajaran Islam.
3. Tidak adanya pengamalan (penerapan) terhadap hukum-hukum Islam.
Selanjutnya beliau memberikan instruksi atau petunjuk dalam mengatur sistem tarbiyah (pembinaan) yang merupakan rangkaian dari tashfiyah, yaitu :
1. Menitik beratkan pada kebangkitan aqidah tauhid dan pembersihan dari segala bentuk bid’ah dan penyelewengan-penyelewengannya.
2. Barometer semua pembinaan adalah Al-Qur’an dan As-Sunah. Dengan praktek-praktek yang diterapkan para salafus shalih dan ulama-ulama rabbani yang mengakar pemahamannya terhadap Al-Qur’an dan As-Sunah.
3. Bahwa tarbiyah haruslah menyangkut pengarahan umum yang erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari, seperti keyakinan, norma-norma, adat-adat, tradisi, kegiatan kantor, politik, sosial dan seterusnya.
Kaum Muslimin rahimakumullah
Yang terakhir. Apakah keadaan dan kenyataan yang menimpa kita selama ini tidak menjadikan kita berfikir dan berbenah diri untuk hidup yang akan datang, kehidupan abadi yang menentukan sengsara atau bahagia, sebagaimana info dari Allah:
“Maka apakah penduduk negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur”. (Al-A’raf: 97).
“Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tidaklah merasa aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi”. (Al-A’raf:

Potret Haji Kita, Antara Cita-Cita Dan Fakta

Pada minggu yang lalu telah kita saksikan bersama persiapan dan pemberangkatan para jemaah calon haji. Kita rasakan bersama betapa kebahagiaan telah menghiasi wajah para calon jemaah haji dan sejuta harapan telah tertanam dalam di lubuk hati mereka (para calon jemaah haji, pen), manakala saudara-saudara kita tadi meninggalkan kampung halamannya terbang menuju kiblat umat Islam sedunia, memenuhi panggilan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada ibadah seagung ibadah haji, tidak ada sesuatu agama yang memiliki konsep ibadah seperti konsep haji Islam. Haji mengandung seribu makna, merangkum sejuta hikmah. Karena itu haji merupakan tiang kelima dari kelima pilar utama dalam Islam.
Di lihat dari sebutannya saja ibadah ini sudah unik. Betapa tidak Al-Allamah Abu Abdillah Muhammad bin Abdir Rohman Al-Bukhari Alhanafi Azzahid (546 H) menjelaskan. “Haji adalah bermaksud (berkeinginan dan bersengaja), sementara maksud dan niat, keduanya menghantarkan seseorang menuju cita-cita, niat adalah amal yang paling mulia karena ia adalah pekerjaan anggota yang paling utama yaitu hati, manakala ibadah ini adalah ibadah yang paling besar dan ketaatan yang paling berat maka disebut ibadah yang paling utama” yaitu Al-Haj yang berarti al-qashdu.
Tatkala seorang calon jemaah haji tiba di ka’bah, dan sebelumnya dia sudah mengetahui bahwa pemilik rumah (ka’bah, pen) tidak berada di sana, maka dia akan berputar mengelilingi rumah (ka’bah, pen) untuk melakukan Thawaf. Thawaf adalah sebuah isyarat bahwa ka’bah bukanlah maksud dan tujuan. Tetapi tujuannya adalah pemilik rumah tersebut yaitu Allah rabbul izzati.
Begitu pula mencium hajar aswad, bukan berarti dan bukan kerena menyembah batu, melainkan karena mengikuti sunnah rasul. Karena beliaulah yang mencontohkan kita untuk melakukan yang demikian. Inilah pembeda antara musyrik dan muslim. Dulu orang musyrik mencium batu karena untuk menyembah batu. Tetapi sekarang Muslim mencium batu untuk mengikuti sunnah rasul yang diantara hikmahnya adalah seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu .
“Hajar Aswad adalah bagaikan tangan kanan Allah dimuka bumi ini. Maka barangsiapa yang menjabatnya (menyentuhnya) atau menciumnya maka seolah-olah ia menjabat (tangan) Allah dan mencium tangan kananNya.”
Karena itu ketika menyentuhnya (hajar aswad, pen) seorang yang ber-haji harus mengingat bahwa ia sedang berbai’at (berjanji) kepada Allah - pencipta dan pemilik batu yang telah memerintah untuk menyentuhnya-. Berbai’at untuk selalu taat dan tunduk kepadaNya, dan harus ingat barang siapa yang menghianati bai’at maka ia berhak mendapatkan murka dan adzab Allah. Dalam hal ini unsur niat begitu utama dan penting maka Allah berfirman:
“Dan sempurnakanlah haji dan umrah itu karena Allah”.
Karena itu pulalah para ulama menganjurkan bahwa kewajiban pertama bagi calon haji adalah bertaubat. Bertaubat dari semua dosa dan maksiat, baik calon haji itu seorang petani, pegawai, polisi, artis, dokter, mentri maupun seorang kiayi, laki-laki maupun perempuan , tua maupun muda. Inilah yang disyaratkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya:
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah taqwa”(al-Baqarah; 197).
Tentu saja kita sudah maklum bahwa taqwa itu tidak bisa dicapai kecuali dengan bertaubat dan meninggalkan segala jenis perbuatan maksiat. Kalau calon haji sudah bertaubat maka ia akan mampu memahami dan menjiwai syiar haji yang teramat indah itu yaitu.
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ.
Ia akan menghayati seolah-olah berucap: Ya Allah aku datang, akau datang, memenuhi panggilanMu, lalu aku berdiri di depan pintuMu. Aku singgah di sisiMu. Aku pegang erat kitabMu, aku junjung tinggi aturanMu, maka selamatkan aku dari adzabMu, kini aku siap menghamba kepadaMu, merendahkan diri dan berkiblat kepadaMu. BagiMu segala ciptaan, bagiMu segala aturan dan perundang-undangan, bagiMu segala hukum dan hukuman tidak ada sekutu bagiMu. Aku tidak peduli berpisah dengan anak dan istriku, meninggalkan profesi dan pekerjaan, menanggalkan segala atribut dan jabatan, karena tujuanku hanyalah wajah-Mu dan keridhaanMu bukan dunia yang fana dan bukan nafsu yang serakah maka amankan aku dari adzabMu.
Jika calon haji sudah bertaubat maka ia pasti akan mampu mencapai hakekat haji yang telah digariskan oleh Allah, dalam firman-Nya:
Barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan Haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. (Al-Baqarah: 197)
Seorang yang beribadah haji tidak boleh melakukan rofats yaitu jima dan segala ucapan dan perbuatan yang behubungan dengan seksual. Tidak boleh melakukan Fusuq yaitu segala bentuk maksiat dan tidak boleh melakukan jidal yaitu perdebatan yang mengikuti hawa nafsu, bukan untuk mencari kebenaran. Maka barang siapa yang telah sukses memenuhi perintah Allah tersebut ia akan mendapatkan haji yang mabrur, yang diantara tandanya adalah sepulang haji ia tidak akan mengulang maksiat, dosa-dosa yang lalu, ia akan tampil sebagai muslim yang shalih dan muslimah yang shalihah.
Maka sebuah negara semakin banyak muslim dan muslimah yang taat, negara itu akan semakin aman makmur dan sentosa. Maksiat dan kemungkaran akan menepi, perjudian dan pencurian akan sepi, perzinaan dan pembunuhan akan mudah diatasi. Apalagi jika yang pergi haji adalah Bapak Bupati, para Menteri dan Pak Polisi.
Sepulang haji yang kikir akan menjadi dermawan, yang kasar akan menjadi lembut dan yang biasanya menyebar kejahatan berubah menebar salam. Itu semua manakala hajinya mabrur. Namun kenyataannya adalah bagaikan siang yang dihadapkan dengan malam, semuanya bertolak belakang, mereka tidak mengambil manfaat dari ibadah haji selain menambah gelar Pak Haji atau Bu Hajjah. Yang korup tetap korup, yang artis tetap artis, yang lintah darat tetap lintah darat, yang jahat tetap jahat.
Maka tidak heran jika Rofats, Fusuq dan Jidal marak dimana-mana sampai terjadi krisis moral, krisis nilai, krisis kemanusiaan, krisis politik, lingkungan, ekonomi dan sosial.
Demikianlah sekelumit tentang makna haji, haji mabrur dan potret haji kita, semoga Allah menjadikan haji kita yang dahulu dan yang akan datang menjadi haji yang mabrur, dan semoga dijauhkan dari haji yang maghrur (tertipu) dan mabur.

HATSHEPSUT, FIRAUN PEREMPUAN YANG MENYARU LAKI-LAKI (Seri 11)

Keluar dari Lembah Raja, kami memutuskan untuk mengunjungi situs Kuil Hatshepsut. Inilah kuil yang dibangun Firaun perempuan dalam era Kerajaan Mesir kuno pada abad 15 SM. Lokasinya di balik bukit yang mengelilingi Lembah Raja.
Sebenarnya masih ada sejumlah situs menarik lainnya di Luxor. Sayang, kami harus segera melanjutkan perjalanan menyusuri Sungai Nil lebih ke utara. Dengan demikian, Kuil Hatshepsut menjadi situs terakhir yang kami kunjungi di bekas ibu kota New Kingdom itu.
Keluar dari Valley of The King, hari sudah menjelang sore. Karena itu, kami agak tergesa-gesa menuju Kuil Hatshepsut. Sebab, jika terlalu sore, kami akan kehilangan momentum cahaya matahari untuk memotretnya. Lantaran tergesa-gesa, kami jadi keliru jalan.
Tapi, kekeliruan itu justru membuat kami menemukan dua patung raksasa dari zaman Amenhotep III yang eksotis. Dua patung yang sudah rusak wajahnya tersebut konon berada di pintu gerbang kuil yang dibangun Amenhotep III dari zaman Firaun tiga generasi setelah Hatshepsut. Situs itu kini sedang digali kembali.
Setelah mengambil gambar beberapa objek, kami menuju Kuil Hatshepsut yang ternyata tidak jauh dari dua patung Colossi of Memnon itu. Lokasinya benar-benar eksotis. Kuil yang pernah ditempati para biarawan Kristen pada awal-awal tahun Masehi tersebut menempel di dinding tebing yang curam.
Jadi, separo bangunannya dipahatkan ke bukit, separo lagi disusun dari bebatuan kapur yang juga diambil dari bukit-bukit di sekitarnya. Kalangan Kristen menyebut kuil itu sebagai Deir El Bahri alias biara di pinggir sungai besar, yakni Sungai Nil.
Halaman kuil itu demikian luas, sehingga untuk menuju pintu gerbangnya perlu menggunakan kereta ulang-alik seperti di Lembah Raja. Tempat parkirnya bisa menampung ratusan mobil peziarah. Di pinggiran kawasan parkiran itu terdapat pokok-pokok kayu Myrh alias pohon kemenyan yang pada zaman Firaun dulu berjajar rimbun. Pohon kemenyan tersebut didatangkan dari negeri Somalia yang dulu menjadi partner perdagangan Hatshepsut. Tapi, kini pohon-pohon itu sudah tidak ada, sehingga suasananya menjadi demikian terik.
Di bagian tengah lapangan luas tersebut ada jalan utama yang mengantarkan ke gedung kuil bertingkat tiga itu. Di sepanjang jalan utama terdapat bekas-bekas patung singa berkepala domba sebagaimana terdapat di Kuil Karnak. Menyusuri jalan itu, pengunjung akan sampai ke jalanan naik untuk menuju ke lapangan yang lebih tinggi dan luas. Semacam teras utama, sebelum memasuki kuil yang sesungguhnya.
Dari teras utama, untuk menuju kuil peribadatannya, pengunjung harus naik satu tingkat lagi melewati jalan mendaki yang lebar. Di pilar-pilar penyangga kuil itu, Hatshepsut membuat berbagai ornamen yang menggambarkan dirinya sebagai anak Tuhan.
Sementara itu, di sebelah kanan jalan utama, ada gambar seorang bayi yang baru dilahirkan oleh Dewi Neith, sang Dewi Perang. Tampaknya, Hatshepsut ingin mencitrakan dirinya sebagai sosok perempuan yang kuat, sehingga pantas menjadi Firaun.
Lebih ke kanan, di bagian ujung, terdapat ruangan Anubis yang berisi gambar-gambar mural berwarna-warni di dinding-dindingnya. Mural itu bercerita tentang Firaun Tuthmosis III yang sedang melakukan persembahan kepada Dewa Matahari, Ra Harakhty. Tuthmosis III adalah anak tiri Hatshepsut, yang semestinya berhak atas kekuasaan kerajaan tapi direbut oleh Hatshepsut.

Suami Hatshepsut adalah Tuthmosis II. Dia mempunyai istri Neferu Ra sebagai permaisuri dan memiliki anak yang kelak menjadi Tuthmosis III. Sedangkan Hatshepsut adalah selir. Ketika Tuthmosis II meninggal, otomatis kekuasaan kerajaan jatuh ke tangan Tuthmosis III. Dia pun dilantik menjadi Firaun pada 1476 SM.
Namun, saat itu dia masih kanak-kanak, sehingga kerajaan dikendalikan para menterinya. Hatshepsut lantas merebut kekuasaan Tuthmosis III. Dia kemudian menahbiskan dirinya sebagai Firaun yang berkuasa penuh selama 15 tahun (1473-1458 SM) sebelum akhirnya direbut kembali oleh Tuthmosis III yang melanjutkan kekuasaan sampai meninggal pada 1425 SM.
Selama kekuasaannya, Hatshepsut mencitrakan dirinya sebagai Firaun laki-laki. Karena itu, patung-patung di Kuil Hatshepsut menggambarkan dirinya mengenakan mahkota Firaun bertumpuk dua sebagaimana para Firaun laki-laki. Bahkan, patungnya diberi jenggot panjang, meski bentuk badannya feminin.
Di sebelah kiri Kuil Hatshepsut terdapat dua kuil lain, yaitu Kuil Tuthmosis III dan Kuil Amenhotep II -Firaun yang berkuasa setelah Tuthmosis III. Di ruang bagian paling dalam, ruang peribadatan utama, terdapat patung Dewa Matahari, Amun Ra. Memang, secara keseluruhan, kawasan itu merupakan kompleks kuil tiga generasi Firaun. Yakni, Hatshepsut, Tuthmosis III, dan Amenhotep II.
Tapi, yang masih tegak berdiri dengan kukuh dan paling utuh adalah Kuil Hatshepsut. Meski, saat berkuasa kembali, Tuthmosis III sempat menghancurkan peninggalan Hatshepsut. Karena dendam dikudeta, anak tiri Hatshepsut itu merusak patung-patung ibu tirinya.
Kendati dirusak, para arkeolog berhasil menemukan kembali serpihan-serpihannya sehingga sejumlah patung Hatshep sut bisa direkonstruksi kembali dengan baik. Hasil rekonstruksi itu kemudian ditempatkan di lokasi aslinya, di pilar-pilar bagian depan kuil sebagai Firaun perempuan berjenggot yang mengenakan mahkota Firaun laki-laki.
Kekuasaan Firaun perempuan itu berakhir dengan kematian yang misterius. Ada yang memperkirakan dia dibunuh Tuthmosis III. Muminya sempat tidak teridentifikasi selama bertahun-tahun dan disimpan di gudang Museum Mesir kuno di Kairo.
Sampai akhirnya ada kepastian bahwa mumi itu merupakan mumi Hatshepsut. Kini, mumi Hatshepsut dipajang bersama mumi-mumi Firaun lainnya seperti Ramses II, Seti I, dan Firaun laki-laki lainnya. Tentu saja, mumi Hatshepsut terlihat sebagai mumi perempuan karena sudah tidak mengenakan mahkota double-crown dan tidak berjenggot seperti patung-patungnya.
Dari kisah Hatshepsut itu, terbetik pelajaran bahwa perbuatan tidak baik tidak akan pernah melahirkan kebaikan. Kejahatan berbalas kejahatan. Keserakahan akan berbalas keserakahan pula. Juga, kekerasan akan berbalas kekerasan. Allah mengajarkan hukum alam yang telah diciptakan-Nya dengan adil ini kepada umat manusia. Barang siapa berbuat baik, kebaikan itu untuk dirinya sendiri, barang siapa berbuat jahat, balasan atas kejahatan itu pun untuk dirinya sendiri, dan Allah tidak pernah menganiaya hamba-hamba(Nya) (QS 41: 46).
Bahkan, secara tegas, Allah menyatakan bahwa rencana jahat tidak akan ke mana-mana, kecuali akan kembali kepada yang melakukannya. ''Rencana jahat tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) hukum (Allah yang telah terjadi) kepada orang-orang yang terdahulu...'' (QS 35: 43). (bersambung)

Ziarah ke Gua Persembunyian Isa dan Maryam (Seri 11)

Akhirnya, kami benar-benar meninggalkan Kota Luxor yang bertaburan situs penting dalam sejarah Mesir kuno. Kami berangkat pagi untuk menuju Kota Asyut yang berjarak sekitar 300 km dengan mengendarai mobil.
Menyusuri jalan sebelah timur Sungai Nil lebih baik jika dibandingkan dengan sebelah barat. Jalanan tepi barat adalah kawasan yang dikenal dengan nama zira'i alias jalanan pedesaan dan area pertanian. Sedangkan kawasan timur dikenal sebagai sakhrawi alias jalanan padang pasir. Lewat zira'i, perjalanan tidak akan lancar karena sering bertemu dengan perkampungan, pasar, dan iring-iringan kambing atau sapi. Sedangkan lewat sakhrawi jauh lebih lancar. Bahkan, rasanya seperti lewat tol meskipun harus melalui kawasan padang pasir nan tandus.
Sekitar empat jam perjalanan, sampailah kami di Kota Asyut. Sebuah kota yang bersih dan tenteram. Aliran Sungai Nil yang tenang menambah ketenteraman kota kecil itu. Tidak banyak situs Mesir kuno di kawasan tersebut. Tetapi, ada situs yang sangat menarik dari zaman Masehi. Yakni, tempat singgah Nabi Isa dan ibunya, Siti Maryam.
Sebelum pergi ke penginapan, saya memutuskan langsung berkunjung ke perbukitan Jabbal Asyut, tempat nabi Bani Israil itu singgah bersama ibunya. Daerahnya agak masuk dari jalan utama, sekitar 10 km. Kemudian, berbelok, naik ke perbukitan. Dari kejauhan, lokasi situs sudah kelihatan. Situs tersebut berupa sebuah gua besar yang kini sudah berubah menjadi sekelompok bangunan gereja: Deir Durunka. Di situlah terdapat salah satu pusat pengaderan biarawan Kristen Koptik untuk mengembangkan agamanya.
Untung, kami datang pada Agustus, saat perayaan datangnya Isa dan Maryam ke tempat tersebut dihelat. Jadi, jamaah yang berziarah sedang ramai-ramainya. Menurut panitia perayaan, jumlah jamaah yang datang bisa mencapai 1 juta orang dalam waktu 15 hari. Yaitu, mulai 7-22 Agustus.
Memasuki halaman Biara Durunka, saya mendengar suara puji-pujian dalam bahasa Arab, mirip orang Islam kala mengaji, yang disiarkan lewat pengeras suara. Ingin tahu isinya, saya membeli buku pujian itu. Bunyinya, antara lain:
Ummuna yaa 'adrak, yaa ummal masih.
Yalli fiiki daaiman biyikhlu almadiih.
Quluubna bitikhibbik khubb
ma lausy matsil.
A'idzin nufadhdhol janbik wa
naquulu taraatil.
(Ibunda kami sang perawan suci, wahai ibunda Almasih.
Yang ada pada dirimu selamanya pantas mendapatkan puji-puji.
Kami mencintaimu dengan sepenuh hati, cinta yang tak tertandingi.
Kami ingin selalu berada di sampingmu dan menghaturkan puji-puji.)
Memasuki kawasan gua suci, kami didampingi seorang biarawan bernama Abram. Dia menemani kami melihat-lihat sampai dalam gua yang ternyata cukup besar, seluas ratusan meter persegi. Di tempat itulah dulu perawan suci Maryam dan putranya, Nabi Isa, bersembuyi dari kejaran Raja Herodes yang hendak membunuh mereka.
Gua di Jabbal Asyut itu menjadi persinggahan terakhir ibu dan anak tersebut dalam menempuh perjalanan sekitar 1.000 km. Mereka berkelana sekitar tiga tahun, dimulai dari Palestina, menyeberang ke Mesir lewat Gaza dan Rafah, kemudian menyusur ke arah hulu Sungai Nil, tepatnya ke selatan. Waktu itu Nabi Isa masih berumur beberapa bulan. Dengan naik keledai dan didampingi Yusuf, paman Maryam, mereka singgah di berbagai kota di sepanjang Sungai Nil. Di antaranya, Tal Basta, Sakha, Wadi El Natrun, Bahnassa, Smalot, Dairut, Jabbal Kuskam, dan terakhir Jabbal Asyut.
Bersama biarawan Abram, saya melihat-lihat isi gua yang kini menjadi tempat peribadatan umat Kristen Koptik itu. Saya mengamati dua ruang yang pernah menjadi tempat tidur Maryam dan Isa. Yaitu, pojok kanan dan kiri bagian paling dalam gua. Di sana, banyak jamaah yang berkerumun untuk berdoa dan memohon berkah. Mereka berdoa sambil menghadap ke dalam ruang yang diberi pintu terali, yang di dalamnya terdapat foto Bunda Maryam dan Nabi Isa dalam ukuran besar. Foto ibu dan anak tersebut setiap perayaan tahunan seperti sekarang selalu diarak keliling Kota Asyut dengan dinaikkan ke kendaraan semacam kereta. Dalam waktu bersamaan, umat Kristen Koptik di sekitar Jabbal Asyut menggelar pasar malam dengan acara-acara meriah. Juga ada acara pembaptisan bayi dan anak-anak.
Peribadatan penganut Kristen Koptik memiliki sejumlah perbedaan dengan umat Kristen pada umumnya. Mereka mengaku memperoleh syiar agama lewat orang-orang suci pada zaman-zaman awal. Saya melihat foto Saint Markus dalam ukuran besar dipajang di dalam ruang gereja mereka. Orang suci itulah yang dimuliakan sebagai pembawa ajaran ke Mesir.
Salah satu di antara perbedaan tersebut adalah sembahyang tujuh kali dalam sehari yang mereka sebut sebagai as sab'u shalawat (salat tujuh waktu). Ibadah lima waktu di antaranya mirip dengan yang dijalankan oleh umat Islam, yakni pukul 06.00, 12.00, 15.00, 18.00, dan menjelang tidur. Sedangkan dua ibadah lain dilaksanakan pukul 09.00, yang mirip dengan salat Duha, dan tengah malam, yang mereka sebut sebagai nisyfu al lail, yang mirip dengan salat Tahajud. Mereka juga berpuasa 40 hari menjelang perayaan Paskah. Lalu, puncak perbedaan mereka dengan umat Kristen pada umumnya terdapat pada perayaan Natal. Mereka tidak memperingati Natal setiap 25 Desember, melainkan setiap 7 Januari.
Siti Maryam dan Nabi Isa adalah dua manusia yang sangat dimuliakan dalam Alquran. Mereka menjalani penderitaan dengan penuh kesabaran sebagai pengabdian yang tulus kepada Allah, sang Ilahi Rabbi yang mengutus mereka. Pada zaman Raja Herodes yang beragama pagan, seperti para firaun, ibu dan anak itu diancam dibunuh karena dikhawatirkan melahirkan masalah bagi Kerajaan Romawi.
Atas perintah Allah, mereka menjauh untuk sementara. Kemudian, mereka kembali kepada Bani Israil, menyiarkan agama tauhid untuk menentang agama-agama pagan yang dianut kebanyakan bangsa Romawi waktu itu. "Telah Kami jadikan putra Maryam beserta ibunya suatu bukti yang nyata bagi (kekuasaan Kami). Kami melindungi mereka di suatu tanah tinggi yang datar, yang memiliki banyak padang rumput dan sumber air bersih yang mengalir (QS. 23: 50)." (bersambung)

HATSHEPSUT, FIRAUN PEREMPUAN YANG MENYARU LAKI-LAKI (Seri 11)

Keluar dari Lembah Raja, kami memutuskan untuk mengunjungi situs Kuil Hatshepsut. Inilah kuil yang dibangun Firaun perempuan dalam era Kerajaan Mesir kuno pada abad 15 SM. Lokasinya di balik bukit yang mengelilingi Lembah Raja.
Sebenarnya masih ada sejumlah situs menarik lainnya di Luxor. Sayang, kami harus segera melanjutkan perjalanan menyusuri Sungai Nil lebih ke utara. Dengan demikian, Kuil Hatshepsut menjadi situs terakhir yang kami kunjungi di bekas ibu kota New Kingdom itu.
Keluar dari Valley of The King, hari sudah menjelang sore. Karena itu, kami agak tergesa-gesa menuju Kuil Hatshepsut. Sebab, jika terlalu sore, kami akan kehilangan momentum cahaya matahari untuk memotretnya. Lantaran tergesa-gesa, kami jadi keliru jalan.
Tapi, kekeliruan itu justru membuat kami menemukan dua patung raksasa dari zaman Amenhotep III yang eksotis. Dua patung yang sudah rusak wajahnya tersebut konon berada di pintu gerbang kuil yang dibangun Amenhotep III dari zaman Firaun tiga generasi setelah Hatshepsut. Situs itu kini sedang digali kembali.
Setelah mengambil gambar beberapa objek, kami menuju Kuil Hatshepsut yang ternyata tidak jauh dari dua patung Colossi of Memnon itu. Lokasinya benar-benar eksotis. Kuil yang pernah ditempati para biarawan Kristen pada awal-awal tahun Masehi tersebut menempel di dinding tebing yang curam.
Jadi, separo bangunannya dipahatkan ke bukit, separo lagi disusun dari bebatuan kapur yang juga diambil dari bukit-bukit di sekitarnya. Kalangan Kristen menyebut kuil itu sebagai Deir El Bahri alias biara di pinggir sungai besar, yakni Sungai Nil.
Halaman kuil itu demikian luas, sehingga untuk menuju pintu gerbangnya perlu menggunakan kereta ulang-alik seperti di Lembah Raja. Tempat parkirnya bisa menampung ratusan mobil peziarah. Di pinggiran kawasan parkiran itu terdapat pokok-pokok kayu Myrh alias pohon kemenyan yang pada zaman Firaun dulu berjajar rimbun. Pohon kemenyan tersebut didatangkan dari negeri Somalia yang dulu menjadi partner perdagangan Hatshepsut. Tapi, kini pohon-pohon itu sudah tidak ada, sehingga suasananya menjadi demikian terik.
Di bagian tengah lapangan luas tersebut ada jalan utama yang mengantarkan ke gedung kuil bertingkat tiga itu. Di sepanjang jalan utama terdapat bekas-bekas patung singa berkepala domba sebagaimana terdapat di Kuil Karnak. Menyusuri jalan itu, pengunjung akan sampai ke jalanan naik untuk menuju ke lapangan yang lebih tinggi dan luas. Semacam teras utama, sebelum memasuki kuil yang sesungguhnya.
Dari teras utama, untuk menuju kuil peribadatannya, pengunjung harus naik satu tingkat lagi melewati jalan mendaki yang lebar. Di pilar-pilar penyangga kuil itu, Hatshepsut membuat berbagai ornamen yang menggambarkan dirinya sebagai anak Tuhan.
Sementara itu, di sebelah kanan jalan utama, ada gambar seorang bayi yang baru dilahirkan oleh Dewi Neith, sang Dewi Perang. Tampaknya, Hatshepsut ingin mencitrakan dirinya sebagai sosok perempuan yang kuat, sehingga pantas menjadi Firaun.
Lebih ke kanan, di bagian ujung, terdapat ruangan Anubis yang berisi gambar-gambar mural berwarna-warni di dinding-dindingnya. Mural itu bercerita tentang Firaun Tuthmosis III yang sedang melakukan persembahan kepada Dewa Matahari, Ra Harakhty. Tuthmosis III adalah anak tiri Hatshepsut, yang semestinya berhak atas kekuasaan kerajaan tapi direbut oleh Hatshepsut.

Suami Hatshepsut adalah Tuthmosis II. Dia mempunyai istri Neferu Ra sebagai permaisuri dan memiliki anak yang kelak menjadi Tuthmosis III. Sedangkan Hatshepsut adalah selir. Ketika Tuthmosis II meninggal, otomatis kekuasaan kerajaan jatuh ke tangan Tuthmosis III. Dia pun dilantik menjadi Firaun pada 1476 SM.
Namun, saat itu dia masih kanak-kanak, sehingga kerajaan dikendalikan para menterinya. Hatshepsut lantas merebut kekuasaan Tuthmosis III. Dia kemudian menahbiskan dirinya sebagai Firaun yang berkuasa penuh selama 15 tahun (1473-1458 SM) sebelum akhirnya direbut kembali oleh Tuthmosis III yang melanjutkan kekuasaan sampai meninggal pada 1425 SM.
Selama kekuasaannya, Hatshepsut mencitrakan dirinya sebagai Firaun laki-laki. Karena itu, patung-patung di Kuil Hatshepsut menggambarkan dirinya mengenakan mahkota Firaun bertumpuk dua sebagaimana para Firaun laki-laki. Bahkan, patungnya diberi jenggot panjang, meski bentuk badannya feminin.
Di sebelah kiri Kuil Hatshepsut terdapat dua kuil lain, yaitu Kuil Tuthmosis III dan Kuil Amenhotep II -Firaun yang berkuasa setelah Tuthmosis III. Di ruang bagian paling dalam, ruang peribadatan utama, terdapat patung Dewa Matahari, Amun Ra. Memang, secara keseluruhan, kawasan itu merupakan kompleks kuil tiga generasi Firaun. Yakni, Hatshepsut, Tuthmosis III, dan Amenhotep II.
Tapi, yang masih tegak berdiri dengan kukuh dan paling utuh adalah Kuil Hatshepsut. Meski, saat berkuasa kembali, Tuthmosis III sempat menghancurkan peninggalan Hatshepsut. Karena dendam dikudeta, anak tiri Hatshepsut itu merusak patung-patung ibu tirinya.
Kendati dirusak, para arkeolog berhasil menemukan kembali serpihan-serpihannya sehingga sejumlah patung Hatshep sut bisa direkonstruksi kembali dengan baik. Hasil rekonstruksi itu kemudian ditempatkan di lokasi aslinya, di pilar-pilar bagian depan kuil sebagai Firaun perempuan berjenggot yang mengenakan mahkota Firaun laki-laki.
Kekuasaan Firaun perempuan itu berakhir dengan kematian yang misterius. Ada yang memperkirakan dia dibunuh Tuthmosis III. Muminya sempat tidak teridentifikasi selama bertahun-tahun dan disimpan di gudang Museum Mesir kuno di Kairo.
Sampai akhirnya ada kepastian bahwa mumi itu merupakan mumi Hatshepsut. Kini, mumi Hatshepsut dipajang bersama mumi-mumi Firaun lainnya seperti Ramses II, Seti I, dan Firaun laki-laki lainnya. Tentu saja, mumi Hatshepsut terlihat sebagai mumi perempuan karena sudah tidak mengenakan mahkota double-crown dan tidak berjenggot seperti patung-patungnya.
Dari kisah Hatshepsut itu, terbetik pelajaran bahwa perbuatan tidak baik tidak akan pernah melahirkan kebaikan. Kejahatan berbalas kejahatan. Keserakahan akan berbalas keserakahan pula. Juga, kekerasan akan berbalas kekerasan. Allah mengajarkan hukum alam yang telah diciptakan-Nya dengan adil ini kepada umat manusia. Barang siapa berbuat baik, kebaikan itu untuk dirinya sendiri, barang siapa berbuat jahat, balasan atas kejahatan itu pun untuk dirinya sendiri, dan Allah tidak pernah menganiaya hamba-hamba(Nya) (QS 41: 46).
Bahkan, secara tegas, Allah menyatakan bahwa rencana jahat tidak akan ke mana-mana, kecuali akan kembali kepada yang melakukannya. ''Rencana jahat tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) hukum (Allah yang telah terjadi) kepada orang-orang yang terdahulu...'' (QS 35: 43). (bersambung)

7 Ciri Orang Sukses Puasa

Jika seorang musafir sukses menempuh jalan yang dilaluinya, maka ia akan sampai di kota tujuan. Demikian pula, jika seorang yang beriman sukses dalam menjalankan ibadah puasa, maka ia akan sampai pada tujuan puasa itu, yakni menjadi hamba yang bertaqwa. Orang yang bertaqwa (takut kepada Allah SWT) teraplikasi dalam diri seseorang dengan mengerjakan perintah Allah dan menjauhi laranganNya.

Orang yang beriman adalah orang yang takut kepada Allah dengan seluruh anggota badannya. Sebagaimana dikatakan oleh Al Faqih Abul Layts, bahwa tanda ketakutan kepada Allah SWT. itu tampak pada tujuh hal, yaitu:

1. Lidahnya. Ia mencegah dari berkata dusta, menggunjing, memfitnah, menipu, dan perkataan yang tidak berguna. Sebaliknya, ia menyibukkan dengan zikir kepada Allah SWT, membaca Al Quran, dan menghafal ilmu. Demikianlah orang yang sukses dalam menjalankan puasa Ramadhan. Dalam kesehariannya, sudah tidak tampak lagi kata-kata kotor keluar dari lisannya.

2. Hatinya. Orang yang mukmin dan bertaqwa akan mengeluarkan dari dalam hatinya rasa permusuhan, kedengkian, hasut kepada teman, ujub dan sombong. Sebab hasud dapat menghapus kebaikan, sebagaimana sabda Nabi saw, Hasut memakan kebaikan seperti api membakar kayu bakar. Hasut termasuk penyakit berbahaya dalam hati. Penyakit-penyakit hati tidak akan dapat diobati kecuali dengan ilmu dan amal. Orang yang sukses menjalankan ibadah puasa, akan tampak keceriaan dan ketenangan pada wajah mereka, karena mereka berhasil mengenyahkan dengki dan rasa permusuhan dalam hatinya.

3. Pandangannya. Seorang yang sukses dalam ibadah Ramadhan, ia tidak akan lagi memandang sesuatu yang diharamkan. Pandangannya pun tidak ditujukan kepada keduniaan dengan penuh cinta. Sebaliknya, ia akan memandang untuk mengambil hikmah dibalik apa yang ia lihat. Rasulullah saw bersabda: Barang siapa yang memenuhi kedua matanya dengan pandangan yang haram, niscaya pada hari kiamat Allah SWT. akan memenuhi kedua matanya dengan api neraka.

4. Perutnya. Orang yang takut kepada Allah tidak akan memasukkan makanan yang haram kedalam perutnya. Sebab hal itu merupakan dosa dan penghalang terkabulnya do’a. Sebagaimana sabda Rosulullah saw Apabila satu suap makanan yang haram jatuh ke dalam perut anak adam, setiap malaikat di langit dan bumi melaknatnya selama suapan itu berada dalam perutnya. Jika ia mati dalam keadaan itu, tempat kembalinya adalah neraka jahannam.

Demikian pula cerita yang dikisahkan oleh Abu Hurairah ra. Seorang laki-laki yang mengadakan perjalanan jauh (untuk ibadah), rambutnya tidak tersisir dan badannya lusuh. Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit dan berdo’a Ya Tuhanku-Ya Tuhanku” tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan selalu disuapi dengan barang haram, lalu bagaimana mungkin dia dikabulkan?

5. Tangannya. Orang yang takut kepada Allah SWT dan sukses menjalan ibadah Ramadhan, tidak akan menjulurkan tangannya untuk sesuatu yang tidak diridloi Allah SWT. sebaliknya ia hanya akan mejulurkan tangannya untuk sesuatu yang mendatangkan ketaatan kepada Allah SWT. Ia menggunakan tanggannya untuk memegang mushaf Al Quran, bersedekah, bekerja dan menolong orang lain. Rosululloh saw bersabda Allah senantiasa akan menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya, demikian pula sabda beliau “Siapa yang melapangkan kesusahan seorang muslim, maka Allah akan melapangkan kesukarannya di hari kiamat.

6. Kakinya. Orang yang takut kepada Allah dan sukses menjalankan ibadah Ramadhan, tidak akan melangkahkan kakinya untuk melangkah kepada kemaksiatan, ia hanya melangkahkan kakinya dalam rangka mencari ridlo Allah SWT. Ia melangkah untuk menghadiri jamaah di masjid, menghadiri majelis taklim, melangkah untuk mencari rizki yang halal dan barokah bagi keluarga yang ia cintai.

7. Ketaatannya. Ia menjadikan ketaatannya semata-mata untuk mencari ridho Allah SWT serta takut akan riya dan kemunafikan. Ketaatannya tidak bertambah jika disaksikan banyak orang, juga tidak berkurang ketika tidak disaksikan seseorang. Tetapi ketaatannya senantiasa ia kerjakan baik ketika disaksikan orang maupun tidak.

Jika ciri-ciri ini terdapat pada diri seorang mukmin, maka bergembiralah ia, karena ia termasuk orang yang dijanjikan oleh Allah SWT dalam Al Quran. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam surga (taman-taman) dan (di dekat) mata air-mata air (yang mengalir). (Dikatakan kepada mereka): ‘Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman’. Dan kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan. Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya. [Al Hijr: 45-48].

RAMSES II PUNYA PULUHAN ISTRI-RATUSAN ANAK (Seri 10)

MASIH berada di Valley of The King, kami tertarik terhadap makam terbesar di Lembah Raja. Makam itu berada di KV (kavling)-5. Di dalamnya, ada 121 ruang jenazah dan puluhan lorong panjang. Makam yang ditemukan oleh pakar Mesir kuno asal Amerika Serikat, Kent Weeks, tersebut digali lagi dan direkonstruksi selama enam tahun. Sampai sekarang, situs itu belum bisa dikunjungi peziarah. Diduga, makam tersebut merupakan kuburan anak-anak Firaun Ramses II.
Berdasar catatan sejarah, Raja Ramses II memang memiliki puluhan istri. Yang paling disayang adalah Nefertari, cinta pertama Ramses II ketika berusia 15 tahun. Sebagai bukti cinta mendalam kepada sang permaisuri, Ramses II membuat sejumlah patung di beberapa lokasi. Patung tersebut berduaan. Beberapa di antaranya terdapat di Abu Simbel. Di sana, Ramses II membuat kuil besar berisi patung diri dan istrinya dengan dikawal Hathor, sang dewi cinta.
Sekian tahun beristri Nefertari, Ramses II punya beberapa anak. Sayang, anak laki-laki mereka meninggal ketika masih berusia belasan tahun. Namanya Amunherkhepseshef. Dia digadang-gadang menggantikan kekuasaan Ramses II. Setelah itu, Ramses II mengawini banyak perempuan sebagai selir. Tapi, lagi-lagi 12 anak lelaki Ramses II dari para selir meninggal dalam usia muda. Ramses II lantas mengambil selir lagi sampai berjumlah puluhan orang. Dari istri dan seluruh selir itu, Ramses II memiliki 156 anak. Rinciannya, 96 laki-laki dan 60 perempuan.
Anak laki-laki yang kemudian dia angkat sebagai pewaris takhta adalah Merneptah, buah perkawinannya dengan Nefertari. Merneptah kemudian digembleng secara militer oleh Ramses II dan menjadi panglima perang pada akhir kekuasaan ayahnya. Setelah 30 tahun berkuasa, Ramses II mengangkat diri sebagai Tuhan bagi masyarakat Mesir. Dia menahbiskan diri sebagai Tuhan pada upacara yang dikenal sebagai Sed Festival. Penuhanan Ramses II itu kelak memberikan jalan yang mulus bagi Merneptah untuk mewarisi kekuasaan.
Ramses II adalah firaun terbesar sepanjang sejarah Mesir kuno. Raja ketiga dalam dinasti ke-19 kerajaan Mesir kuno itu digelari para ahli sejarah sebagai Firaun The Great. Dia adalah penerus Firaun Seti I, yang mendidiknya sejak masih kecil untuk menggantikan posisinya. Ramses II adalah cucu Ramses I, pendiri dinasti ke-19 kerajaan Mesir kuno. Ramses II menaiki takhta kerajaan saat berumur 24 tahun, setelah meninggalnya Firaun Seti I.
Ketika naik takhta, Ramses II mengangkat ibunya, Tuya, sebagai ibu suri kerajaan sekaligus penasihat dalam mengelola pemerintahan. Di tangan dialah kerajaan Mesir sangat disegani negara-negara sekitar. Kekuasaannya sangat luas, terbentang dari Abu Simbel hingga Alexandria di Laut Mediterania. Pasukannya berjumlah sekitar 100 ribu orang. Jumlah pasukan yang sangat besar kala itu. Karena itu, nyali siapa saja akan ciut kala menghadapi Ramses II.
Beberapa negara tetangga pernah diserbu pasukan Ramses II. Salah satunya adalah Syria. Ramses II mengerahkan 20 ribu tentara kala itu. Perang terbesar yang dinamakan Perang Kadesh tersebut diabadikan oleh sang firaun dalam kuil yang dibangun di sejumlah tempat. Di antaranya, Kuil Abu Simbel, Karnak, Luxor, dan Ramaseum. Perseteruan dengan Kerajaan Syria berakhir dengan perkawinan politik antara Ramses II dan anak raja Syria dari bangsa Hittites.
Selain itu, Ramses II berperang dengan para bajak laut di kawasan Laut Tengah dan suku Nubia, yang mengancam kekuasaannya. Meskipun kelak suku Nubia berhasil merebut kekuasaan Ramses II dan menjadi dinasti ke-25 kerajaan Mesir kuno, masa pemerintahan Ramses II sangat panjang, yaitu 67 tahun (1279-1213 SM). Para penggantinya tidak memiliki kehebatan seperti Ramses II. Karena itu, dinasti ke-19 tersebut runtuh dalam waktu 20 tahun sesudah kekuasaan Ramses II berakhir. Dalam masa itu, terdapat delapan firaun penerus Ramses II, termasuk Merneptah.
Ramses II meninggal dalam umur 97 tahun setelah sakit keras. Menurut analisis terhadap muminya, sebelum meninggal Ramses II terkena penyakit yang berkaitan dengan pembuluh darah dan persendian akut. Karena itu, posisi dia ketika berjalan bungkuk. Berdasar data mumi itu pula, diketahui rahang Ramses II bengkak karena mengalami infeksi akut pada gigi-gigi. Firaun The Great yang meninggalkan karya paling banyak di seluruh penjuru Mesir tersebut akhirnya kalah oleh usia!
Ramses II adalah profil seorang manusia ambisius. Sejak kecil, dia dididik ayahnya, Firaun Seti I, untuk menjadi orang besar. Benar, pada usia 24 tahun dia menjadi penguasa kerajaan Mesir kuno yang paling mengesankan sepanjang sejarah. Hanya dalam waktu 20 tahun, dia bisa mengendalikan kerajaan besar itu sepenuhnya tanpa penanding.
Tidak puas sekadar menjadi raja, sang firaun menahbiskan diri menjadi Tuhan pada usia 54 tahun, ketika sudah menggenggam kekuasaan 30 tahun. Rupanya, berkuasa terlalu lama memang membawa dampak psikologis yang tidak baik buat seseorang. Dia menjadi Tuhan bagi masyarakat Mesir kuno selama sisa kekuasaannya, 37 tahun kemudian.
Dia merasa bisa memperoleh segala-galanya dengan kekuasaan itu. Kekayaannya berlimpah ruah. Pasukan militernya ratusan ribu orang dan sangat ditakuti pada zaman tersebut. Apalagi, yang memimpin pasukan perangnya adalah Merneptah, anak yang digadang-gadang menggantikannya.
Karyanya sangat banyak dan menjadi peninggalan sejarah yang dominan pada zaman Mesir modern, tersebar mulai hulu Sungai Nil di Abu Simbel sampai muara Laut Mediterania. Dia membangun kota, tempat-tempat peribadatan yang banyak dan besar-besar, serta makam paling luas di Valley of The King.
Dalam Alquran, Firaun Ramses II digambarkan sebagai orang yang sangat sombong. Dia mengatakan kepada rakyat bahwa kerajaan Mesir dengan segala kekayaannya adalah miliknya. Bahkan, dialah yang menguasai hidup dan mati mereka. Karena itu, dia merasa pantas menjadi Tuhan yang harus disembah.
Tetapi, Alquran mengingatkan kepada kita tentang sebuah kekuatan yang benar-benar berkuasa. Dialah yang sesungguhnya mengendalikan alam semesta dan drama kehidupan di dalamnya. Karena itu, sang firaun pun dibuat semakin tak berdaya karena dimakan usia. Ramses II meninggal dalam usia sangat renta dengan berbagai macam penyakit yang menggerogoti. Dia berjalan tertatih-tatih dengan tubuh yang bungkuk, seperti terlihat pada muminya!
"Allah yang menciptakanmu, kemudian mematikanmu, dan di antaramu ada yang dikembalikan ke kondisi yang paling lemah sehingga menjadi (pikun) tidak mengetahui lagi apa-apa yang pernah diketahui. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Berkuasa (QS. 16:70)." (bersambung)

MUMI TUTANKHAMUN BERHIAS 120 KG EMAS (Seri 9)

BERKELILING Lembah Raja, bukan main panasnya. Apalagi, kala berpuasa dan harus berjalan kaki menyusuri 62 kavling kuburan firaun. Tetapi, ada satu kavling yang sangat menarik sehingga membuat saya lupa tentang panas yang menyiksa itu. Yaitu, makam Firaun Tutankhamun. Makam yang sangat terkenal tersebut berada di KV-62. Angka 62 menunjukkan bahwa situs itu adalah penemuan paling baru dari 62 makam firaun. Makam yang ditemukan oleh Howard Carter dari Inggris pada 1922 tersebut menggemparkan dunia karena mumi Tutankhamun utuh. Yang menakjubkan lagi, mumi itu dibalut emas 120 kg!
Makam tersebut berlokasi di bukit yang tidak jauh dari peristirahatan Lembah Raja. Memang kompleks makam itu cukup luas sehingga wajar bila tersedia peristirahatan bagi pengunjung. Selain itu, ada "kereta ulang-alik" yang melayani pengunjung menuju kawasan makam maupun keluar dari kompleks Lembah Raja. Namun, kereta itu hanya sampai di mulut lembah. Selebihnya, pengunjung mesti menyusuri lokasi tersebut dengan berjalan kaki.
KV-1 adalah kuburan Ramses VII yang ditemukan pada zaman Yunani-Romawi, antara abad ke-3 sebelum Masehi (SM) sampai ke-4 Masehi. Hal itu terlihat dari grafiti dan relief di dinding-dindingnya. Cerita tentang KV-1 juga dimuat dalam Description de l'Egypte pada masa Napoleon. Sedangkan beberapa kavling lain ditemukan pada tahun-tahun berikutnya. Sejumlah makam tercatat pernah digunakan sebagai tempat tinggal para pendeta dan biarawan. Karena itu, di sana terdapat gambar-gambar ikon Kristen.
Di antara situs-situs tersebut, memang makam Firaun Tutankhamun paling istimewa. Jika di kavling-kavling lain hanya ditarik satu tiket kala memasuki pintu gerbang utama, untuk masuk ke KV-1 pengunjung dikenai tiket lagi sebesar LE 100. Tetapi, harga tiket itu sebanding dengan kisah di dalamnya yang memang sangat eksotis.
Mulai pintu masuk, posisi mulut gua makam itu memang sudah menarik. Yakni, berada di samping bawah lubang makam Ramses VI. Itulah sebabnya makam firaun yang meninggal dalam usia 18 tahun tersebut ditemukan paling akhir. Banyak pemburu harta firaun yang tidak menyangka bahwa di bawah kuburan Ramses VI masih ada kuburan lain. Makam Tutankhamun dibangun 200 tahun lebih awal jika dibandingkan dengan kuburan Ramses VI yang menumpukinya.
Menurut cerita yang berkembang, makam Tutankhamun ditemukan secara kebetulan. Tepatnya, ketika Carter, arkeolog Inggris yang bekerja atas biaya banker Lord Carnarvon, bertahun-tahun tak menemukan makam yang dicarinya tersebut. Tapi, dia percaya bahwa makam Tutankhamun memang ada dan berisi harta benda yang melimpah. Sampai suatu waktu, ketika Carter kehabisan bekal, kaki kudanya terperosok di dekat makam Ramses VI. Setelah lokasi itu digali, ternyata ada makam Tutankhamun.
Begitu masuk gua, kami harus melewati lorong menurun sejauh 40-an langkah. Di dinding sepanjang lorong itu, terdapat ornamen-ornamen Kitab Kematian sebagaimana makam firaun lain. Tetapi, memang ornamennya tidak sebanyak (sepenuh) makam-makam firaun lain. Itu terkait dengan usia sang firaun saat mati. Dia meninggal muda. Dia hanya berkuasa sembilan tahun, sejak usia anak-anak sampai menginjak 18 tahun. Kematiannya yang mendadak menjadikan makam yang disiapkan tidak selesai dengan sempurna. Hal itu juga terlihat dari kualitas muminya yang tidak seberapa bagus karena dibuat secara tergesa-gesa. Ukuran makamnya lebih kecil jika dibandingkan dengan makam-makam lain.
Di ujung tangga menurun, kami menemukan ruang yang lebih luas. Di sanalah sejumlah perabot rumah tangga Tutankhamun disimpan, termasuk dalam dua ruang yang lebih kecil di kanan dan kirinya. Di ruang utama, terdapat kereta kuda, tempat makanan dan minuman, bejana wadah parfum, pakaian, serta barang-barang lain. Tidak main-main, di ruang tersebut, total terdapat sekitar 5.000 jenis barang. Sayang, yang bisa dipajang di Museum Kairo hanya 1.700 item. Sebagian lagi jadi koleksi British Museum, London, dan Luxor Museum.
Setelah melewati ruang tersebut, kami sampai di ruang yang paling ujung, yakni tempat mumi Tutankhamun disemayamkan. Ukuran ruang itu sekitar 4 x 6 meter. Di situ terdapat kotak batu granit yang berfungsi sebagai peti mati sang firaun. Ukurannya kurang lebih 2 x 3 meter. Tapi, dalam peti tersebut tidak terlihat mumi Tutankhamun. Sebab, sang mumi ditempatkan di ruang lain dekat tangga masuk, dalam sebuah kotak kaca yang suhu dan kelembapannya dikontrol agar sang mumi tetap awet.
Peti mati yang terbuat dari batu granit itu dinamakan sarkofagus. Sebetulnya, batu granit tersebut sebelumnya "terbungkus" peti kayu berlapis emas yang berukuran lebih besar sebanyak empat lapis. Dengan begitu, peti kayu tersebut memenuhi ruang jenazah yang berukuran 4 x 6 meter itu.
Yang menarik, dalam sarkofagus tidak langsung terdapat mumi, melainkan ada peti mayat lagi yang disebut coffin. Itulah peti yang tidak berbentuk kotak, melainkan berbentuk tubuh manusia. Dalam coffin tersebut ada coffin lagi, juga coffin lagi, sampai berlapis tiga.
Coffin pertama terbuat dari kayu berlapis emas dengan untaian batu-batu mutiara. Coffinkedua juga terbuat dari kayu berlapis emas dan batu-batu mulia. Sedangkan coffin ketiga membuat Carter menarik napas panjang sambil "melotot" karena peti terbuat dari emas murni seberat 120 kg! Selain itu, coffin tersebut berhias untaian batu-batu mulia.
Dalam coffin ketiga itulah jenazah Tutankhamun yang berbentuk mumi berbalut kain kafan disimpan. Yang lebih menakjubkan, sekujur tubuh mumi itu bertabur perhiasan emas. Sang mumi mengenakan topeng emas seberat 12 kg, juga kalung, cincin, gelang, dan sandal emas. Bahkan, bajunya yang berupa rompi terbuat dari lantakan emas murni!
Entah apa yang ada di benak Tutankhamun sebelum meninggal sehingga ketika mati berpakaian emas di sekujur tubuh. Mungkin dia mengira Tuhan menilainya sebagai "orang baik" karena menggunakan pakaian emas ketika menghadap-Nya. Mungkin juga emas itu dimaksudkan sebagai tiket masuk surga di alam keabadian sana. Dia lupa atau mungkin tidak tahu bahwa kualitas seorang manusia tidak terletak pada kekayaan, melainkan kualitas kepribadian dan kemanfaatan untuk kemaslahatan umat.
"Sungguh orang-orang yang ingkar dan mati dalam keingkarannya tidak akan diterima darinya emas sepenuh bumi walaupun dia menebus dirinya dengan itu. Bagi mereka, ada azab yang pedih. Juga, sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong (QS 3: 91)."(bersambung)

Lembah Raja dan Pemburu Harta Firaun (Seri 8)

PERSIS di depan penginapan kami, di seberang Sungai Nil, ada sebuah lembah yang dikelilingi gunung dan bukit-bukit berbentuk mirip piramida. Kawasan bebatuan yang tandus itu terletak di tepi barat Sungai Nil yang airnya mengalir tenang. Di sanalah jenazah 62 Firaun dan keluarganya dikuburkan, khususnya di era New Kingdom yang beribu kota di Luxor (abad 15-10 SM).
Beberapa nama Firaun terkenal dimakamkan di lembah itu. Di antaranya, jenazah Thutmosis, Amenhotep, Ramses II, dan Tutankhamun yang muminya masih utuh serta bisa disaksikan hingga sekarang. Mumi Tutankhamun masih ada di lokasi makam, sedangkan mumi Ramses II sudah dipindahkan ke Museum Kairo. Beribu-ribu koleksi peninggalan sejarah Mesir yang tersebar di seluruh dunia ternyata berasal dari Valley of The King ini.
Untuk berziarah ke makam para raja itu, ada tiga cara. Pertama, menggunakan mobil pribadi. Hanya, jalan yang ditempuh harus memutar agak jauh. Kedua, menggunakan perahu layar. Peziarah bisa langsung naik dari depan hotel. Atau, ketiga, menggunakan balon udara! Ya, transportasi ke Lembah Raja bisa ditempuh dengan naik balon udara yang programnya diadakan pihak hotel.
Setelah berembuk, kami memutuskan untuk menggunakan mobil agar bisa leluasa melakukan eksplorasi ke situs-situs lain di Kota Luxor. Dengan menempuh perjalanan selama 40 menit, kami akhirnya sampai di pintu gerbang Valley of The King. Kami pun berupaya mendokumentasikan pemandangan yang menakjubkan itu.
Namun, tampaknya, pengelola Lembah Raja melarang pengunjung untuk memotret objek di dalam kompleks lembah. Kami hanya memotret perbukitan yang mengitari kompleks itu dari seberang Sungai Nil atau dari dermaga perahu layar. Kami hampir didenda USD 1.000 untuk setiap gambar yang diambil ketika kami sembunyi-sembunyi memotret di dalam lembah. Petugas lalu memerintah kami untuk menghapus file gambar-gambar di dalam kamera.
Lokasi Lembah Raja dipilih Firaun Thutmosis 1 yang berkuasa pada 1528-1510 SM dan kemudian diikuti raja-raja sesudahnya untuk pemakaman. Dalam mitologi Mesir kuno, jenazah para raja akan memasuki alam keabadian jika mereka dikuburkan di bawah bangunan berbentuk piramida.
Karena itu, meski tidak membangun piramida seperti zaman Old Kingdom yang beribu kota di Memphis, mereka menerapkan filosofi yang sama. Yaitu, memilih perbukitan batu yang berbentuk piramida sebagai makamnya.
Makam, dalam tradisi para penyembah matahari, selalu ditempatkan di tepi barat Sungai Nil. Itu menjadi simbol pertemuan mereka dengan dewa matahari, Amun Ra, di tempat tenggelamnya, ufuk barat. Karena itu, di dinding-dinding lorong makam tersebut dipahatkan cerita bahwa orang yang mati akan bertemu dewa matahari setelah berlayar menaiki perahu menuju alam keabadian.
Dalam gambar-gambar itu, disimbolkan adanya dua belas pintu dengan para penjaganya yang memeriksa mereka dalam gelap malam. Mengapa jumlahnya 12 pintu? Sebab, malam hari, menurut kisah tersebut, ada 12 jam. Setelah melewati pintu-pintu itu, mereka berharap bertemu dewa matahari yang mereka sembah saat matahari ''terbit pada esok hari'' di alam keabadian.
Saat meninggal, para Firaun selalu membawa bekal untuk ''hidup'' di alam keabadian. Mulai makanan kesukaan, pakaian, perhiasan, kereta perjalanan, sampai perlengkapan rumah tangga seperti meja kursi dan sebagainya. Selain itu, dibuatkan patung-patung para Firaun dalam ukuran sesungguhnya yang dipajang di dekat ruang penempatan jenazah. Patung tersebut dibuat dalam wajah yang masih muda sebagai simbol keabadian kehidupan mereka di sana.
Semua perbekalan dan barang-barang berharga itu ditanam bersama jenazah Firaun yang sudah dimumifikasi. Di dalam perut bukit tersebut terdapat lorong panjang menuju ruang penempatan mumi di bagian paling ujung. Di sepanjang lorong itulah ruang-ruang untuk menempatkan perbekalan jenazah berada. Di dinding lorong itu dipahatkan berbagai ornamen dan gambar yang mengisahkan sejarah hidup sang Firaun hingga perjalanannya menuju alam keabadian. Cerita itu disebut sebagai ''Kitab Kematian''.
Yang menarik, ketika ditemukan para arkeolog, ternyata sudah banyak makam di kawasan Lembah Raja yang kosong. Harta benda di dalamnya sudah lenyap, bahkan bersama muminya. Perut bukit-bukit berbentuk piramida itu sudah berlubang-lubang dibobol para pemburu harta Firaun. Kebanyakan pemburu harta Firaun tersebut adalah penduduk setempat. Tapi, tidak sedikit pula orang dari luar Mesir.
Selain perhiasan emas, barang-barang bersejarah yang bernilai sangat tinggi kini berada di tangan para kolektor. Terutama mumi Firaun. Tidak heran, sebagian besar benda bersejarah peninggalan Mesir kuno bertebaran di museum-museum luar Mesir. Misalnya, di British Museum (London), Louvre Museum (Paris), Turin Museum (Italia), dan Berlin Museum (Jerman).
Belum lagi yang berada di tangan para kolektor pribadi. Diperkirakan, barang peninggalan Mesir kuno yang beredar di luar Mesir lebih dari satu juta item. Padahal, yang tersimpan di Museum Kairo hanya sekitar 200 ribu benda.
Sejak itu, Lembah Raja menjadi objek wisata yang sangat menarik perhatian dunia. Hanya, untuk menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan terhadap peninggalan bersejarah itu, pengelola menerapkan penjagaan yang amat ketat. Selain pemeriksaan di pintu masuk, pengunjung tidak boleh memotret di dalam kompleks makam.
Uniknya, untuk menjaga Lembah Raja dari pencurian, pemerintah Mesir merekrut penjaga dari keluarga Ala' Abdurrasul yang sebelumnya dikenal sebagai pencuri andal kuburan-kuburan Firaun secara turun-temurun di kawasan tersebut. Sebuah strategi jitu yang dipilih pemerintah Mesir agar makam-makam itu tidak dijarah lagi oleh para penggali kubur. Dengan cara begitu, tentu sulit bagi pencuri, apalagi pemula, untuk mengelabui pakar pencuri yang kini menjadi penjaga makam itu.
Penjaga makam dari keluarga Ala' Abdurrasul tersebut bernama Ali bin Ala' Abdurrasul. Saya sempat menemui dia di dalam makam Tutankhamun.
***
Sehebat apa pun, para Firaun pasti akan mati juga. Juga, sebanyak apa pun harta benda yang mereka bawa ke alam kubur bakal habis. Bukan karena ikut ke alam keabadian, tapi ludes di tangan para pemburu harta Firaun untuk biaya hidup.
Manusia tidak membawa apa-apa ke alam kematian untuk bertemu Tuhannya. Mereka hanya membawa amal kebajikan dan karya-karya kemanusiaan yang diamanatkan kepadanya oleh Sang Pencipta. Sebab, sesungguhnya, hidup di dunia ini bukan sebuah kebetulan, tapi membawa sebuah misi untuk membangun tatanan kehidupan yang penuh rahmat bagi siapa saja, makhluk ciptaan-Nya. Setelah itu, kita semua bakal mati untuk mempertanggungjawabkannya kepada Sang Sutradara.
''Kami (Allah) tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu, maka jikalau kamu mati, apakah mereka (juga) akan kekal abadi?'' (QS 21: 34). (bersambung)

KEMEGAHAN FIRAUN DI LUXOR PUN RUNTUH (Seri 7)

SELAIN ke Luxor Temple, saya mengunjungi Karnak Temple. Inilah kuil terbesar di zaman Mesir kuno selama berabad-abad. Kuil Karnak bersama Kuil Luxor menjadi pusat peribadatan masyarakat Mesir di zaman Firaun. Ibaratnya, sama dengan Masjidilharam dan Masjid Nabawi bagi umat Islam. Di sinilah para penganut agama pagan mengadakan festival tahunan yang sangat meriah, yang disebut Festival Opet. Saya mencoba menelusuri kuil itu dengan kereta kuda atau di Mesir dikenal dengan sebutan Hantour.
Jarak antara Kuil Luxor dan Kuil Karnak sekitar 3 kilometer. Karnak di utara, sedangkan Luxor di selatan. Kedua tempat itu menjadi rute arak-arakan umat pagan sambil membawa patung dewa matahari, Amun Ra. Amun adalah dewa perang yang gagah perkasa, sedangkan Raadalah dewa matahari. Maka, dalam mitologi Mesir kuno, Amun Ra dipahami sebagai Raja Dewa Matahari atau rajanya para Tuhan -King of Gods.
Sang Amun Ra diusung di atas sebuah replika kapal bersama istrinya, Mut, dan anaknya,Khons. Mereka menjadi trinitas di agama Mesir kuno, yang kemudian diadaptasi oleh sejumlah agama sesudahnya. Keramaian festival tahunan itu diabadikan di dinding-dinding Kuil Luxor, selatan Karnak. Di antaranya, ada sejumlah artis yang terlihat melakukan akrobat dalam irama pukulan genderang.
Memasuki Kuil Karnak kita merasa kecil. Kompleksnya yang sangat luas, berukuran 1,5 kilometer kali 800 meter, bisa menampung hingga 80 ribu peziarah. Dari kejauhan sudah tampak pintu gerbangnya yang megah. Jauh lebih megah daripada Kuil Abu Simbel. Pilar-pilarnya yang besar berjumlah 134 buah menjulang ke angkasa.
Memasuki halaman depan kuil, kita disambut deretan patung domba berbadan singa. Bentuknya mirip patung spinx -singa berkepala manusia- di Piramida Giza. Cukup terasa kolosalnya. Kawasan ini disebut Thariqul Kibasy alias Jalan Domba.
Di ujung Jalan Domba kita sampai ke pintu gerbang utama. Pintu gerbangnya berupa gapura yang menjulang puluhan meter di kanan kiri jalan utama. Semacam gapura selamat datangnya Provinsi Jawa Timur atau Bali. Bedanya, gapura ini penuh dengan ornamen khas Mesir kuno dan huruf-huruf hieroglif yang bercerita sejarah masa lampau. Warnanya cokelat tanah, khas kawasan padang pasir.
Melewati gapura raksasa, kita lalu menyusuri lorong pilar-pilar raksasa. Ratusan pilar yang berdiameter lebih besar dari pelukan tiga orang dewasa itu menjadikan kita seperti berada dalam hutan tiang beton. Kita dibuat berdecak kagum sambil membayangkan betapa hebatnya para arsitek yang membangunnya.
Lorong hutan pilar itu kira-kira sejauh 100 meter dan berhenti di sebuah lapangan luas yang biasa dipakai untuk menggelar berbagai acara ibadah. Di sebelah kirinya terdapat kolam penyucian. Di sebelahnya lagi adalah ruang-ruang pendeta yang konon berjumlah ribuan orang dan tinggal di kuil itu juga.
Bangunan kuil raksasa ini memiliki ruang yang banyak dan luas. Menurut catatan sejarah, itu adalah perluasan yang dilakukan para Firaun sepanjang beberapa dinasti kekuasaannya, dalam rentang waktu 1.500 tahun. Yakni, mulai abad 20 SM hingga 5 SM. Kemegahan Kuil Karnak juga terlihat dari namanya. Dalam bahasa Mesir kuno Ipet-Isut berarti tempat paling sempurna.
Kuil yang menjadi pusat peribadatan agama pagan selama beberapa abad itu menjadikan Dewa Matahari sebagai Tuhan tertingginya. Tapi, mereka juga menyembah dewa-dewa yang lebih kecil kekuasaannya. Karena itu, Kota Luxor dikenal sebagai tempat bersemayamnyaAmun Ra, Dewa Matahari. Luxor yang berasal dari bahasa Arab al Aqshar yang berarti istana-istana raja itu memang identik dengan Amun Ra. Sedangkan nama asli Kota Luxor dalam bahasa Mesir kuno adalah Thebes.
Bila dibandingkan dengan Kuil Abu Simbel, Kuil Karnak jauh lebih megah dan lebih luas. Sebab, Kuil Abu Simbel memang dipersembahkan hanya untuk satu Firaun, yaitu Ramses II beserta istrinya. Sedangkan Kuil Karnak dan Luxor dipersembahkan kepada sekian banyak Firaun yang berkuasa beberapa abad di era New Kingdom. Setiap Firaun yang berkuasa selalu memberikan sentuhan untuk menambah dan mempercantik kuil, sehingga semakin lama tempat peribadatan itu semakin besar dan megah. Apalagi, kedua kuil itu berada di ibu kota kerajaan.
Sedemikian megah kuil dan Kerajaan Firaun, tapi toh tak tahan juga melawan waktu. Kuil yang mulai dibangun pada abad 20 SM itu akhirnya runtuh seiring dengan jatuhnya Kerajaan Mesir ke tangan orang-orang asing yang menjajahnya. Di antaranya bangsa Libya, kemudian suku Nubia, Parsi, dan bangsa Yunani yang dipimpin Alexander The Great atau Iskandar Zulkarnaen. Di bawah pemerintahan orang Yunani inilah ibu kota Mesir, Luxor, dipindah ke Alexandria di tepi laut Mediterania sampai 1.000 tahun kemudian. Nama Kota Alexandria diambil dari namaAlexander the Great atau yang kita kenal juga sebagai Iskandariyah -diambil dari nama Iskandar Zulkarnaen.

***
Menyaksikan reruntuhan Kuil Karnak dan Luxor, saya seperti menonton film dokumenter tentang runtuhnya kekuasaan para Firaun yang berjaya berabad-abad. Sebuah simbol kekuasaan dan ambisi tanpa batas yang membuat mereka lupa, sehingga sampai mengangkat dirinya sebagai Tuhan bagi sesama. Mulai Memphis sebagai ibu kota Old Kingdom, kemudian pindah ke Luxor yang menjadi ibu kota New Kingdom, dan lantas pindah ke Alexandria di zaman Yunani dan Romawi.
Sejarah mencatat kisah mereka sebagai pelajaran besar bagi umat manusia. Sebuah mercusuar yang menjulang di antara mercusuar-mercusuar lain dalam sejarah peradaban.

Pemain sejarah yang menonjol selain Mesir adalah Kerajaan Parsi, Yunani, Romawi, dan Kekhalifahan Islam. Sang Pencipta membergilirkan kekuasaan itu kepada bangsa-bangsa yang berbeda untuk menggerakkan drama kehidupan manusia. Yang demikian ini diabadikan dalam ayat-ayat Alquran:
''Dan, kaum Firaun yang mempunyai pilar-pilar yang megah, yang berbuat sewenang-wenang di dalam negeri, lalu mereka berbuat banyak kerusakan di dalam negeri itu (QS. 89: 10-12). ... dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain (QS. 6: 6). Dan Kami jadikan mereka sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang (hidup di zaman) kemudian (QS. 43: 56).''
Maka, nilai seorang manusia dan bangsa terletak kepada kemanfaatannya dalam membangun peradaban yang mulia. Yang memanusiakan manusia dan menghargai sesama dalam kebersamaan sebagai makhluk Tuhan yang Mahaadil dalam kekuasaan-Nya. Bukan pada kepongahan untuk merendahkan siapa saja dan mengangkat diri sedemikian tingginya. Tohakhirnya, terbukti runtuh juga! (bersambung)

MASJID ABU AL HAGGAG DI ATAS KUIL FIRAUN (Seri 6)

MESKIPUN belum puas berada di Kota Aswan yang indah, kami harus segera turun gunung menuju Luxor. Luxor adalah Makkah-nya masyarakat Mesir kuno sekaligus pusat pemerintahan para Firaun pada zaman new kingdom. Kota itu berada sekitar 210 km dari Aswan ke arah utara. Kami menempuhnya dalam tiga jam perjalanan darat dengan menggunakan mobil, menyusuri tepi timur Sungai Nil, melewati Kota Kom Ombo, Edfu, dan Esna.

Memasuki Luxor, kami langsung menuju ke Luxor Temple, sebuah kuil yang menjadi salah satu pusat peribadatan masyarakat Mesir waktu itu. Bangunan yang megah tersebut sudah tidak utuh lagi. Tetapi, pilar-pilarnya yang kukuh masih berdiri tegak menyangga atap bangunan.

Yang aneh, di antara reruntuhan kuil itu berdiri sebuah masjid yang indah dan unik. Pilar-pilarnya menjadi satu dengan pilar kuil. Tetapi, masjid tersebut berdiri di bekas atap Kuil Luxor. Itulah Masjid Abu Al Haggag. Nama tersebut diambil dari nama seorang sufi abad pertengahan yang hidup pada zaman Bani Abbasiyah. Abu Al Haggag berasal dari Baghdad, Iraq, yang kemudian menetap di daerah bekas ibu kota Mesir kuno untuk menyebarkan ajaran Islam.

Masjid itu didirikan secara "tidak sengaja" di atap Kuil Luxor. Awalnya, kuil tersebut terpendam setelah runtuh ribuan tahun silam. Semakin lama, bangunan kuil itu makin dalam terpendam sampai akhirnya tinggal ujung-ujung tiangnya yang mencuat di permukaan.

Abu Al Haggag lantas memanfaatkan tiang-tiang itu untuk membangun masjid, tanpa membongkar sisa-sisa kuil. Bahkan, ornamen-ornamen yang melukiskan para dewa pagan pada zaman Mesir kuno masih utuh. Termasuk, huruf-huruf hieroglif yang merekam sejarah masa lampau dan gambar para firaun yang dipahat di dinding-dinding kuil, tepatnya di ruang peribadatan.

Ketika pemerintah Mesir menggali lagi situs bersejarah itu pada 1885 M, baru diketahui Masjid Abu Al Haggag sebenarnya berdiri di atas reruntuhan kuil firaun. Namun, pemerintah Mesir memutuskan untuk membiarkan saja bangunan masjid di atas kuil tersebut. Sebab, itu justru menjadi daya tarik yang sangat unik bagi para peziarah. Bahkan, kemudian pemerintah memperbaiki masjid tersebut sehingga menjadi lebih bagus.

Sekarang, kalau melihat ke luar dari dalam masjid, tepatnya memandang ke arah belakang lewat jendela, kita menjadi tahu bahwa di bawah masjid itu terdapat kuil besar peninggalan firaun. Di sana tampak pilar-pilar kukuh yang menyangga ruang-ruang peribadatan yang luas. Masjid tersebut berada belasan meter di atas lantai dasar kuil. Tetapi, karena pintu masuknya dari arah yang berbeda, pintu utama masjid bisa diakses dari halaman depan lewat anak tangga.

Yang menarik, Syekh Abu Al Haggag tidak memusnahkan sisa-sisa kuil itu dan malah memanfaatkannya. Selain membiarkan pilar-pilar kuil menyangga bagunan masjid, sang sufi membuat ruang salat imam dengan cara mencekungi pilar. Jadi, tempat imam berada di cekungan pilar raksasa. Di sisinya, sang sufi menempatkan mimbar utama untuk tempat berkhotbah.

Di atas mimbar, kita bisa menyaksikan guratan-guratan huruf hieroglif beserta gambar para firaun dengan dewa-dewa pagan. Rasanya jadi aneh dan asing. Sebab, biasanya di dalam masjid tidak boleh ada gambar, patung, apalagi patung dewa-dewa. Namun, di Masjid Abu Al Haggag, semua itu malah terpampang di atas tempat imam memimpin salat. Luar biasa!

Bagian tersebut sampai sekarang masih dipertahankan, bahkan dibingkai dengan kaca dan diberi lampu. Umat Islam setempat tidak mempermasalahkan benda-benda peninggalan kuil tersebut. Mereka, para penganut tasawuf itu, tahu persis bahwa mereka tidak menyembah para dewa. Salat mereka bertujuan mengagungkan Tuhan, Allah SWT.

***

Melihat Masjid Abu Al Haggag yang unik, saya teringat akan pertanyaan seorang jamaah tentang alasan umat Islam harus menghadap Kakbah kala salat. Seakan-akan umat Islam menyembah bangunan batu berbentuk kubus hitam itu. Apalagi, ada yang lantas menganggap Allah berada dalam Kakbah karena umat Islam menyebut Kakbah dengan Baitullah -rumah Allah. Tentu saja pertanyaan seperti itu menunjukkan bahwa orang tersebut tidak mengerti konsep ketuhanan dalam Islam.

Bukan hanya orang-orang di luar Islam, yang sudah beragama Islam puluhan tahun pun kadang-kadang belum paham tentang hal tersebut. Sehingga, ketika beribadah haji, sebagian di antara mereka merasa lebih dekat dengan Allah karena berada di dekat Kakbah. Karena itu, seorang kawan saya bertanya, "Lho, kalau berada di Indonesia, apakah kita kalah dekat terhadap Allah jika dibandingkan dengan orang-orang Arab yang tinggal di sekitar Makkah?"

Tentu saja pemahaman seperti itu menjadi lucu. Sebab, sesungguhnya itu hanyalah distorsi pemahaman mereka yang tidak mengerti akan konsep tauhid ajaran Alquran. Mereka terbawa tradisi dan ajaran yang simpang siur dari mulut ke mulut saja. Alquran dengan tegas menyatakan bahwa Allah tidak menempati ruang alam semesta, melainkan justru alam semesta inilah yang berada dalam zat-Nya Yang Mahabesar.

Bukan Tuhan yang berada dalam surga, melainkan surga yang berada dalam Tuhan. Bukan Tuhan yang berada dalam alam akhirat, melainkan akhirat yang berada dalam kebesaran-Nya. Apalagi, Kakbah. Bukan Allah yang berada dalam Kakbah, melainkan Kakbah yang berada dalam Allah.

Karena itu, kata Allah dalam Alquran, seluruh langit dan bumi ini adalah milik-Nya semata dan Dia meliputi seluruh alam semesta. Dia berada di mana saja bersama kita. Penyebabnya bukan Dia berjumlah banyak, melainkan Dia Mahabesar, meliputi segala yang ada. "Kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan bumi serta Allah Maha Meliputi segala sesuatu (QS.4: 126)."

Jadi, tidak heran Abu Al Haggag dengan mantap meyakini bahwa gambar-gambar dewa dan ornamen Mesir kuno di atas mihrab itu tidak bisa sedikit pun memengaruhi kekhusyukan salatnya. Sebab, sesungguhnya Allah bersama siapa saja yang menghunjamkan perasaan ihsan dalam ibadahnya, yaitu merasakan kebersamaan dengan Sang Pencipta dalam seluruh kesadarannya..!

Granit 50 Ton Ditarik Perahu Sejauh 900 Km

Hari kedua di Kota Aswan saya memanfaatkan untuk menelusuri tambang batu granit. Saya penasaran, karena menurut catatan sejarah, sejumlah situs bersejarah menggunakan batu granit Aswan sebagai pelapis bangunan pentingnya. Di antaranya Chamber of The King alias ruang mumi Firaun yang ada di Piramida Giza.

Saya sempatkan menelusuri tepian Sungai Nil dengan perahu Nubia. Ternyata benar, di sepanjang tepian sungai terpanjang di dunia itu banyak terdapat bukit granit merah keabu-abuan. Setelah itu, saya naik mobil lagi untuk menyusuri perbukitan di sekitar Aswan. Lagi-lagi, saya menemukan sejumlah kawasan yang mengandung batu granit merah dengan kualitas tinggi.

Salah satunya terdapat di tengah Kota Aswan. Di suatu tempat yang dikenal dengan namaUnfinished Obelisk. Kawasan itu dinamakan demikian karena ada sebuah tugu peninggalan sejarah yang unik, dari zaman Firaun perempuan bernama Hatshepsut pada abad ke-15 SM (sebelum Masehi). Tugu utuh sepanjang sekitar 30 meter itu masih melekat di bukit granit. Tugu itu tidak bisa dipindahkan karena bagian bawahnya memang masih utuh, menyatu dengan pertambangan granit di situ.

Granit Aswan disukai para Firaun untuk melapisi bagian tertentu piramida agar bisa bertahan ribuan tahun. Sebab, sebagian besar piramida itu memang dibangun dari batu kapur yang tidak sekeras granit, sehingga mudah lapuk termakan usia. Sedangkan granit dengan kepadatan yang lebih tinggi memiliki kekerasan dan daya tahan lebih lama, serta memberikan hawa sejuk di dalam ruangan.

Hanya, yang masih membuat penasaran para peneliti peradaban Mesir kuno adalah bagaimana para pekerja di zaman itu membawa bongkahan-bongkahan granit berukuran besar dari Aswan ke Giza. Sebab, bagian atas Chamber of The King ternyata terbuat dari batu granit utuh seberat 50 ton. Selain itu, tergambar dalam lukisan papirus, mereka membawa obelisk berukuran puluhan meter dalam keadaan utuh dengan perahu menuju muara Sungai Nil. Di daerah Alexandria ditemukan lokasi obelisk seperti yang tergambar dalam lukisan-lukisan itu.

Berdasar catatan dan lukisan pada kertas papirus, batu granit Aswan dibawa ke Giza yang berjarak lebih dari 900 km dengan perahu. Mereka memanfaatkan Sungai Nil sebagai jalur transportasi. Tetapi, perahu sebesar apakah yang mampu mengangkut batu seberat itu? Bagaimana pula teknis loading-nya supaya perahu tidak tenggelam? Bagaimana caranya agar batu itu bisa sampai ke kompleks Piramida Giza, bahkan dinaikkan ke bagian paling atas piramida pada ketinggian sekitar 100 meter dari atas tanah itu?

Sebagian pertanyaan itu kini mulai terjawab. Di sebelah Piramida Giza terdapat sebuah perahu yang dikenal sebagai Solar Barque alias Perahu Matahari. Perahu itu dipercaya sebagai alat angkut batu-batu piramida yang besar-besar dan berat-berat. Tetapi, menurut perkiraan para ahli, Perahu Matahari hanya memiliki kemampuan angkut sekitar 30 ton. Jadi, bagaimana perahu itu bisa mengangkut batu 50 ton?

Seorang ilmuwan Jerman Franz Lohner memberikan gambaran bahwa batu bertonase tinggi itu dimuat dua perahu yang bergerak secara paralel dengan dihubungkan papan pengangkut batu di bagian tengahnya. Jadi, dua perahu itu seperti menjadi ''pemikul'' di kanan kiri batu. Dengan cara ini, bobot batu 50 ton bisa terangkut oleh dua perahu ''pemikul'' itu.

Selain itu, saat bongkar muat menjadi lebih rasional dan tidak membuat perahu oleng ataupun tenggelam. Pasalnya, batu granit tersebut up-loaded dari arah depan perahu langsung ke arah papan pengangkut dengan menggunakan papan miring yang diberi gelondong kayu sebagairoller-nya. Begitu juga sebaliknya, ketika down-loaded.

Setelah itu, dua perahu ''pemikul'' itu ditarik perahu lain di depannya, mengikuti aliran Sungai Nil menuju Giza. Untuk menempuh jarak 900 km itu, perjalanan perahu membutuhkan waktu sekitar sebulan. Itu karena kecepatan aliran Sungai Nil hanya berkisar 30 km per hari.

Masyarakat Mesir kuno ternyata tidak asing dengan ilmu-ilmu fisika dan matematika terkait dengan konstruksi bangunan. Bahkan, mereka termasuk ahli di dalam bidang ini, sehingga bisa membuat bangunan-bangunan megah dan menakjubkan seperti istana Firaun dan berbagai piramida tempat mereka dimakamkan dan bisa bertahan ribuan tahun. Mereka memanfaatkan hukum alam yang telah tersedia di sekitarnya dengan sangat cerdas dan cerdik.

Maka, sesampai di kawasan Giza, perahu pengangkut bebatuan granit itu dibelokkan lewat kanal-kanal menuju depan kompleks piramida, dengan cara ditarik oleh ratusan orang. Dugaan itu menjadi rasional karena ternyata di antara Sungai Nil dan kompleks piramida memang ada kanal tua yang disebut Kanal Memphis. Kanal itu berujung di sebelah patung Spinx, singa berkepala manusia, di dekat Piramida Cheops.

Pelajaran bagi Orang Berakal

Alam diciptakan Allah dengan sunnatullah yang sempurna. Siapa saja yang mempelajari hukum alam dengan baik, dia akan memperoleh kemudahan dalam hidupnya. Sebab, berbagai fasilitas sudah disediakan oleh sang Pencipta. Manusia tidak pernah menciptakan apa pun. Kita tinggal memanfaatkan belaka. Itu pula yang dilakukan penduduk Mesir kuno saat mengangkut batu-batu raksasa superberat tersebut.

Gaya angkat air yang menyebabkan kapal bisa mengapung di sungai atau lautan, gaya angkat udara yang menyebabkan pesawat bisa terbang, gaya gravitasi bumi yang menyebabkan benda jatuh ke bawah, gaya magnet, gaya listrik, sampai gaya nuklir yang menyatukan partikel-partikel di tingkat inti atom, semua adalah hukum alam yang diciptakan sang Penguasa. Hanya manusia berakal yang bisa mengambil pelajaran dari semua itu. Entah dia beragama atau tidak. Sebab, sesungguhnya Allah adalah Zat Yang Maha Pemurah kepada siapa saja.

Karena itu, dalam berbagai firman-Nya, Allah menyadarkan peran Tuhan dalam kehidupan manusia. ''Tuhanmu adalah yang mela yarkan kapal-kapal di lautan untukmu, agar kamu mencari sebagian karunia-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyayang terhadapmu (QS. 17:66). Dan, sesungguhnya telah Kami jadikan kapal itu sebagai pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran? (QS. 54: 15).''
(Sumber : Jawa Pos - Jelajah Sungai Nil, sebuah perjalanan spiritualitas)

TERKESAN KERAMAHAN SUKU NUBIA (Seri 4)

TURUN dari kawasan Abu Simbel di perbatasan Sudan, kami sampai di Kota Aswan. Sebuah kota yang ramai, berjarak 280 km ke arah utara. Kami menempuhnya dengan naik mobil dalam waktu sekitar tiga jam, melewati bukit bebatuan dan padang pasir yang tandus di sepanjang pinggir Sungai Nil. Sepanjang 6 kilometer sebelum memasuki kota, kami mampir di Bendungan Aswan. Sebuah bendungan yang sangat besar, tempat sebagian besar rakyat Mesir menggantungkan kebutuhan hidup.
Bendungan raksasa yang dibangun dengan bebatuan 17 kali Piramida Giza itu menampung air dalam jumlah yang sangat besar. Air bendungan tersebut dimanfaatkan untuk pembangkit listrik serta pengembangan pertanian. Daya listrik yang dihasilkan dari 12 turbin mencapai 2.000 megawatt, menyumbangkan 10 persen kebutuhan listrik di Mesir. Lahan pertanian pun bertambah luas 30 persen setelah ada bendungan itu.
Yang menarik, kawasan tersebut juga tumbuh menjadi daerah wisata yang ramai. Penyebabnya bukan hanya keindahan Sungai Nil dan Bendungan Aswan, melainkan juga banyaknya situs bersejarah suku Nubia, suku berkulit hitam yang melahirkan masyarakat Mesir.
"Bahasa dan budaya kami menjadi cikal bakal para firaun dengan tulisan hieroglifnya," kata Ala'idin, seorang suku Nubia yang perahunya kami sewa untuk menyusuri Sungai Nil di kawasan Aswan. Ornamen-ornamen berbentuk piramida, obelisk, dan simbol-simbol lain dikenal di suku Nubia sejak zaman kerajaan Mesir kuno belum berjaya.
Ala'idin tinggal di sebuah pulau paling besar di antara sekian banyak pulau yang tersebar di tengah-tengah Sungai Nil. Namanya, Elephantine Island. Di pulau itu, hidup sekitar 3.000 kepala keluarga yang terbagi dalam dua desa, yaitu Koti dan Siou.
"Dulu, suku Nubia menempati kawasan yang cukup luas. Tapi, kawasan itu kemudian tenggelam dan menjadi Bendungan Aswan," papar lelaki ramah tersebut saat saya berkunjung ke rumahnya, awal Ramadan lalu.
Ada sekitar 40 desa yang tenggelam oleh air Danau Nasser sebagai dampak pembangunan Bendungan Aswan. Danau yang terbentuk itu memang sangat luas, berkisar 550 x 35 km. Hampir separo panjang Pulau Jawa. Kawasannya membentang dari perbatasan Sudan sampai Kota Aswan. Karena itu pula, Kuil Abu Simbel harus dipindahkan ke bukit yang lebih tinggi 65 meter dan dimundurkan 210 meter dari tempat semula di tepi Sungai Nil. Akibatnya, puluhan desa dan berbagai situs peninggalan budaya Nubia lainnya tidak bisa diselamatkan. Beberapa kuil yang bisa diselamatkan direlokasi ke tempat yang lebih tinggi atau dihadiahkan kepada negara-negara sahabat yang terlibat dalam proyek bendungan raksasa tersebut pada 1960-an. Salah satunya adalah kuil utuh yang dihadiahkan kepada AS, yaitu Kuil Dendur. Bangunan itu kemudian direkonstruksi dan dipajang di The Metropolitan Museum of Art, New York.
Sebagian besar suku Nubia dipindahkah ke kawasan Kom Ombo di utara Aswan. Sedangkan sisanya masih tinggal di pulau-pulau sekitar Elephantine Island yang tidak tenggelam. Termasuk, nenek moyang keluarga Ala'idin yang berasal dari Sudan. Lelaki berusia 39 tahun itu tinggal di rumah peninggalan orang tuanya. Dinding rumahnya terbuat dari tanah liat, sementara atapnya berasal dari dahan dan dedaunan pohon kurma. Pintunya melengkung dan pendek, khas rumah suku Afrika.
Lelaki yang tampak jauh lebih tua daripada umurnya itu tinggal bersama istri dan dua anak lelakinya yang masih balita. Nama mereka Hassan dan Hussein. "Saya mencintai keluarga Nabi Muhammad. Karena itu, anak-anak saya namai dengan nama cucu beliau, Hassan dan Hussein," tuturnya dalam bahasa Arab Amiyah.
Menurut Ala'idin, kebanyakan suku Nubia dulu beragama Kristen Koptik. Tapi, kini hampir seluruhnya beragama Islam. Sewa Perahu Dapat Hadiah Lagu
Taa rana
Ay gee awwe de nee
Joukree inggoun man noug denee
Zeena tounna kudrel
Tou denggo mee gaharga
Ak kash de nee...
Dia berjanji datang kepadaku.
Ketika aku yang datang kepadanya,
dia menjauh.
Dia yang cantik memesona
ternyata hanya mendatangkan masalah bagiku...
Lagu klasik suku Nubia itu didendangkan oleh Ala'idin sambil mengendalikan perahu layar. Dia sangat menikmati lagu tersebut sehingga kami ikut larut dalam iramanya yang mendayu-dayu dengan cengkok Afrika itu. Tanpa terasa, kami menepuk-nepukkan tangan secara berirama dan memukul-mukul kayu geladak perahu untuk mengiringinya. Benar-benar sore yang indah di tengah arus Sungai Nil yang mengalir pelan.
Suku Nubia memang terkenal ramah. Mereka hidup berkelompok secara damai dan tidak suka kekerasan. Solidaritas mereka sangat tinggi, sebagaimana religiusitas mereka. Mereka hampir tak pernah menolak ketika dimintai tolong. Mereka tulus, ikhlas, dan senang hati membantu sesama, bukan terpaksa. Tutur kata mereka halus dengan nada yang hampir tidak pernah meledak-ledak seperti kebanyakan orang Mesir perkotaan.
Akhirnya, kami sampai di Desa Koti. Kami mengunjungi rumah adat mereka serta salat berjamaah di masjid yang cukup luas dan bersih di desa itu. Warna-warni ornamennya khas Afrika dan berpadu dengan gaya Arab. Cara beragama mereka sangat moderat dan terbuka terhadap perbedaan. Baik suku, bangsa, maupun agama.
Saya menangkap substansi beragama yang islami di dalamnya, sebagaimana diajarkan dalam Alquran (surat 49:13). Yakni, seluruh umat manusia sebenarnya satu saudara, tetapi diciptakan dalam berbagai suku, bangsa, dan budaya agar saling kenal serta belajar satu sama lain. Orang yang terbaik adalah orang yang paling taat kepada Tuhan sambil memberikan manfaat sebanyak-banyaknya untuk kehidupan umat manusia!
(Sumber: Jawa Pos - Jelajah Sungai Nil, sebuah perjalanan spiritualitas)

7 Ciri Orang Sukses

Jika seorang musafir sukses menempuh jalan yang dilaluinya, maka ia akan sampai di kota tujuan. Demikian pula, jika seorang yang beriman sukses dalam menjalankan ibadah puasa, maka ia akan sampai pada tujuan puasa itu, yakni menjadi hamba yang bertaqwa. Orang yang bertaqwa (takut kepada Allah SWT) teraplikasi dalam diri seseorang dengan mengerjakan perintah Allah dan menjauhi laranganNya.

Orang yang beriman adalah orang yang takut kepada Allah dengan seluruh anggota badannya. Sebagaimana dikatakan oleh Al Faqih Abul Layts, bahwa tanda ketakutan kepada Allah SWT. itu tampak pada tujuh hal, yaitu:

1. Lidahnya. Ia mencegah dari berkata dusta, menggunjing, memfitnah, menipu, dan perkataan yang tidak berguna. Sebaliknya, ia menyibukkan dengan zikir kepada Allah SWT, membaca Al Quran, dan menghafal ilmu. Demikianlah orang yang sukses dalam menjalankan puasa Ramadhan. Dalam kesehariannya, sudah tidak tampak lagi kata-kata kotor keluar dari lisannya.

2. Hatinya. Orang yang mukmin dan bertaqwa akan mengeluarkan dari dalam hatinya rasa permusuhan, kedengkian, hasut kepada teman, ujub dan sombong. Sebab hasud dapat menghapus kebaikan, sebagaimana sabda Nabi saw, Hasut memakan kebaikan seperti api membakar kayu bakar. Hasut termasuk penyakit berbahaya dalam hati. Penyakit-penyakit hati tidak akan dapat diobati kecuali dengan ilmu dan amal. Orang yang sukses menjalankan ibadah puasa, akan tampak keceriaan dan ketenangan pada wajah mereka, karena mereka berhasil mengenyahkan dengki dan rasa permusuhan dalam hatinya.

3. Pandangannya. Seorang yang sukses dalam ibadah Ramadhan, ia tidak akan lagi memandang sesuatu yang diharamkan. Pandangannya pun tidak ditujukan kepada keduniaan dengan penuh cinta. Sebaliknya, ia akan memandang untuk mengambil hikmah dibalik apa yang ia lihat. Rasulullah saw bersabda: Barang siapa yang memenuhi kedua matanya dengan pandangan yang haram, niscaya pada hari kiamat Allah SWT. akan memenuhi kedua matanya dengan api neraka.

4. Perutnya. Orang yang takut kepada Allah tidak akan memasukkan makanan yang haram kedalam perutnya. Sebab hal itu merupakan dosa dan penghalang terkabulnya do’a. Sebagaimana sabda Rosulullah saw Apabila satu suap makanan yang haram jatuh ke dalam perut anak adam, setiap malaikat di langit dan bumi melaknatnya selama suapan itu berada dalam perutnya. Jika ia mati dalam keadaan itu, tempat kembalinya adalah neraka jahannam.

Demikian pula cerita yang dikisahkan oleh Abu Hurairah ra. Seorang laki-laki yang mengadakan perjalanan jauh (untuk ibadah), rambutnya tidak tersisir dan badannya lusuh. Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit dan berdo’a Ya Tuhanku-Ya Tuhanku” tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan selalu disuapi dengan barang haram, lalu bagaimana mungkin dia dikabulkan?

5. Tangannya. Orang yang takut kepada Allah SWT dan sukses menjalan ibadah Ramadhan, tidak akan menjulurkan tangannya untuk sesuatu yang tidak diridloi Allah SWT. sebaliknya ia hanya akan mejulurkan tangannya untuk sesuatu yang mendatangkan ketaatan kepada Allah SWT. Ia menggunakan tanggannya untuk memegang mushaf Al Quran, bersedekah, bekerja dan menolong orang lain. Rosululloh saw bersabda Allah senantiasa akan menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya, demikian pula sabda beliau “Siapa yang melapangkan kesusahan seorang muslim, maka Allah akan melapangkan kesukarannya di hari kiamat.

6. Kakinya. Orang yang takut kepada Allah dan sukses menjalankan ibadah Ramadhan, tidak akan melangkahkan kakinya untuk melangkah kepada kemaksiatan, ia hanya melangkahkan kakinya dalam rangka mencari ridlo Allah SWT. Ia melangkah untuk menghadiri jamaah di masjid, menghadiri majelis taklim, melangkah untuk mencari rizki yang halal dan barokah bagi keluarga yang ia cintai.

7. Ketaatannya. Ia menjadikan ketaatannya semata-mata untuk mencari ridho Allah SWT serta takut akan riya dan kemunafikan. Ketaatannya tidak bertambah jika disaksikan banyak orang, juga tidak berkurang ketika tidak disaksikan seseorang. Tetapi ketaatannya senantiasa ia kerjakan baik ketika disaksikan orang maupun tidak.

Jika ciri-ciri ini terdapat pada diri seorang mukmin, maka bergembiralah ia, karena ia termasuk orang yang dijanjikan oleh Allah SWT dalam Al Quran. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam surga (taman-taman) dan (di dekat) mata air-mata air (yang mengalir). (Dikatakan kepada mereka): ‘Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman’. Dan kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan. Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya. [Al Hijr: 45-48].

TIGA NASEHAT

Rasulullah SAW pernah memberikan tiga buah nasehat kepada kedua sehabatnya Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman bin Jabal:
“Bertakwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu berada, dan ikutilah kesalahanmu dengan kebaikan niscaya ia dapat menghapuskannya. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak terpuji.” HR. Tirmidzi.
Itulah tiga pesan Rasulullah SAW tersebut layak untuk kita perhatikan dan kita praktekkan karena sangat berkaitan erat dengan kehidupan kita sehari-hari.
1- BERTAQWA DIMANA SAJA
Definisi dari kata taqwa dapat dilihat dari percakapan antara sahabat Umar dan Ubay bin Ka’ab ra. Suatu ketika sahabat Umar ra bertanya kepada Ubay bin Ka’ab apakah taqwa itu? Dia menjawab; “Pernahkah kamu melalui jalan berduri?” Umar menjawab; “Pernah!” Ubay menyambung, “Lalu apa yang kamu lakukan?” Umar menjawab; “Aku berhati-hati, waspada dan penuh keseriusan.” Maka Ubay berkata; “Maka demikian pulalah taqwa!”
Sedang menurut Sayyid Qutub dalam tafsirnya—Fi Zhilal al-Qur`an—taqwa adalah kepekaan hati, kehalusan perasaan, rasa khawatir yang terus menerus dan hati-hati terhadap semua duri atau halangan dalam kehidupan.
Sedang perintah taqwa kapan saja terdapat dalam surat Ali Imron 102:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”
Jadi dimanapun dan kapanpun kita harus menjaga ketaqwaan kita. Taqwa dimana saja memang sulit untuk dilakukan dan harus usaha yang dilakukan harus ekstra keras. Akan sangat mudah ketaqwaan itu diraih ketika kita bersama orang lain, tetapi bila tidak ada orang lain maka maksiyat dapat dilaksanakan. Sebagai contoh, ketika kita berkumpul di dalam suatu majelis zikir, pikiran dan pandangan kita akan terjaga dengan baik. Tetapi ketika kita berjalan sendirian di suatu tempat perbelanjaan, maka pikiran dan pandangan kita bisa tidak terjaga. Untuk menjaga ketaqwaan kita dimanapun saja, maka perlunya kita menyadari akan pengawasan Allah SWT baik secara langsung maupun melalui malaikat-Nya.
2- KEBAIKAN YANG MENGHAPUSKAN KESALAHAN
Setiap orang selalu melakukan kesalahan. Hari ini mungkin kita sudah melakukan kesalahan baik yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari. Oleh sebab itu, segera setelah kita melaksanakan kesalahan, lakukan kebaikan. Kebaikan tersebut dapat menghapuskan kesalahan yang telah dilakukan.
Untuk dosa yang merugikan diri sendiri, maka salah satu cara untuk menghapusnya adalah dengan bersedekah. Rasulullah SAW bersabda“sedekah itu menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api”. Maka ada orang yang ketika dia sakit maka dia akan memberikan sedekah agar penyakitnya segera sembuh. Hal ini dikarenakan segala penyakit yang kita miliki itu adalah karena kesalahan yang kita pernah lakukan.
Sedang dosa yang dilakukan terhadap orang lain maka yang perlu dilakukan adalah memohon maaf yang bagi beberapa orang sangat sulit untuk dilakukan. Padahal Rasulullah SAW selalu minta maaf ketika bersalah bahkan terhadap Ibnu Ummi Maktum beliau memeluknya dengan hangat seraya berkata “Inilah orangnya, yang membuat aku ditegur oleh Allah… (QS. Abasa)”. Setelah minta maaf kemudian bawalah sesuatu hadiah atau makanan kepada orang tersebut, maka kesalahan tersebut insya Allah akan dihapuskan.
3- AKHLAQ YANG TERPUJI
Akhlaq terpuji adalah keharusan dari setiap muslim. Tidak memiliki akhlaq tersebut akan dapat mendekatkan seseorang dalam siksaan api neraka. Dari beberapa jenis akhlaq kita terhadap orang lain, yang perlu diperhatikan adalah akhlaq terhadap tetangga.
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka jangan menyakiti tetangganya.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah)
Dari Abu Syuraih ra, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: “Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman.” Ada yang bertanya: “Siapa itu Ya Rasulullah?”Jawab Nabi: “Yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.”(HR. Bukhari)
Dari hadits tersebut, peringatan Allah sangat keras sampai diulangi tiga kali yaitu tidak termasuk golongan orang beriman bagi tetangganya yang tidak aman dari gangguannya. Maka terkadang kita perlu instropeksi dengan menanyakan kepada tetangga apakah kita mengganggu mereka.
Wallahua’lam bish showab.