BURUNG GARUDA, kebanggaan kita semua

Dari awal kita masuk Taman Kanak-kanak hingga kita lulus kuliah, kita hanya memperhatikan (tanpa terpikirkan) burung garuda kepalanya selalu menengok ke kanan? Mungkin gaya di kemudian hari sang garuda menengokan kepalanya ke kiri....???
Semenjak bayi hingga kita dewasa kita selalu di ajarkan untuk selalu mendahulukan yang kanan ketimbang yang kiri. Contohnya, makan harus dengan tangan kanan (sebab tangan kiri untuk cebok), menerima pemberian sesuatu dari orang lain harus dengan tangan kanan (sebab tangan kiri untuk cebok). Bahkan dalam ajaran Islam pun, kita di titahkan untuk selalu mendahulukan yang kanan termasuk melangkahkan kaki sebelah kanan terlebih dahulu ketimbang kaki sebelah kiri. Nah, dari sini say dapat menarik garis pemahaman bahwa kanan adalah identik dengan kesopanan dan nilai kebaikan.... dan berangkat dari kesopanan dan nilai kebaikan inilah, semenjak kemunculannya sang garuda kepalanya selalu menengok ke arah kanan.
Begini, jika kita ingin memahami mengapa Burung garuda mencuat dalam sidang di BPUPKI dan PPKI ketika bapak-bapak pendiri negara bangsa ini (the founding father) saling bersinergi untuk merumuskan the way of life (pandangan hidup bernegara). Jawabannya sederhana, karena burung garuda adalah sosok burung yang kuat dan perkasa dan ia pun dapat melesat dan terbang tinggi jauh ke angkasa!! Dari sini saya juga bisa menarik garis pemahaman bahwa, rupa-rupanya antara nilai kesopanan, nilai kebaikan, keperkasaan dan cita-cita (baca: Filosofi Grondslag) disematkan pada sosok lambang negara bangsa ini yakni: GARUDA PANCASILA.
Akan tetapi ada hal yang berbeda yang saya dapatkan ketika saya dan keluarga berkunjung ke Gunung Kombang di Pantai Ngliyep, Donomulyo, Kabupaten Malang. Di daerah yang terkenal sakral itu ada sebuah lokasi peribadatan, entah untuk agama apa, karena ketika saya baca sebuah monument yang diresmikan pada tahun 2008 itu, ada sebuah tulisan yang menurut saya berbahasa Thailand - saya tidak sempat mencatat karena tidak bawa pena -. Di sebelah rumah peribadatan Itu yang kayaknya hanya dipergunakan sekali setahun - karena terlihat dari gembok pintunya yang sudah karatan - ada sebuah patung burung garuda yang saya pastikan burung garuda itu adalah garuda pancasila, karena kaki burung garuda itu mencengkeram pita bertuliskan “bhinneka tunggal ika” dan di dadanya ada 5 simbol pancasila, pendek kata burung garuda itu tidak jauh beda dengan burung garuda pancasila lambang Negara kita. Yang membuat saya sedikit bingung – sampai detik ini masih bingung – adalah kepala garuda yang saya lihat di pulau kombang adalah kepala burung garuda itu menghadap lurus ke depan, bukan menengok ke sebelah kanan seperti burung garuda lambang Negara kita.
Yang sampai saat ini pertanyaan yang masih bergulat di benak saya adalah apa makna di balik perbedaan itu. Dari jenis burungnya sama, dari tulisan pada pita yang dicengkeram pun sama dan dari symbol pada dada garuda itu pun sama. Akan tetapi kenapa posisi kepalanya berbeda. Beberapa hari ini saya mencoba mencari informasi terkait tentang sejarah lambang Negara kita. Akan tetapi yang terkait dengan posisi kepala burung garuda itu ke depan, menengok ke samping kanan tidak berhasil saya ketemukan. By the way, yang terpenting bagi saya sekarang adalah saya tetap bangga menjadi warga Negara sebuah bangsa yang memiliki sebuah symbol Negara burung garuda yang menggambarkan kegagahan dan kehebatan bangsa Indonesia. Akan tetapi kondisi yang sekarang kita hadapi dan yang menohok kesadaran kita dari praktek-praktek kenegaraan negarawan kita adalah menggejalanya fenomena korupsi. Nah, ini dia salah satu hal yang hina dina di mata nilai-nilai pancasila. Dalam butir ke 5 pancasila disebutkan bahwa keadilan sosial ditujukan bagi seluruh rakyat Indonesia. Nah, kalau “keadilan” hanya ditujukan oleh segelintir orang (baca: kapitalisme) dan para koruptor, apa namannya kalau bukan merupakan aksi pengkhianatan terhadap pancasila? Dan juga, ternyata apa, sama sekali tidak bijak dan hikmat, permusyawaratan yang diamanatkan oleh butir 4 pancasila juga dikhianati. Permusayawaratan hanya dilakukan oleh segelintir orang, rakyat hanya diletakan dipinggir jalan saja, sebagai penonton yang dikorbankan. Apakah hal itu manusiawi, sebagai mana diamanatkan oleh butir 2 (kemanusiaan yang adil dan beradap). Sungguh mereka telah bercerai dengan rakyat, dan berselingkuh dengan para neoliberalisme. Padahal butir 2 pancasila mengamanatkan para pemimpin itu bersatu dengan rakyat, bukan malah berselingkuh. Lagi-lagi terjadi penjungkir balikan terhadap pancasila. Terus yang terakhir, para pemimpin itu sebenarnya tidak menjadikan Tuhan sebagai penuntun mereka untuk mengurus negara bangsa ini, namun yang menuntun mereka adalah tuhan-tuhan materi (nafsu duniawi). Coba perhatikan pembelian mobil mewah, kenaikan gaji.

MANAJEMEN KEPEMIMPINAN DAN PENERAPANNYA DI SMP ‘AISYIYAH MUHAMMADIYAH 3 MALANG, sebuah analisis-kritis

BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah. Manusia tidak akan bisa melakukan pembangunan sebagai tuntutan di era kemajuan ini bila tanpa dibekali dengan pendidikan yang memadai sebab pendidikan merupakan kunci utama untuk mencerdaskan masyarakat di bangsa ini. Karena fungsi pendidikan adalah menghilangkan segala sumber penderitaan rakyat dari kebodohan dan ketertinggalan. Diasumsikan bahwa orang yang berpendidikan akan terhindar dari kebodohan dan juga kemiskinan, karena dengan modal ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang diperolehnya melalui proses pendidikan ia mampu mengatasi berbagai problema kehidupan yang dihadapinya.
Salah satu wadah untuk memperoleh pemdidikan adalah lembaga pendidikan. Lembaga Pendidikan adalah merupakan suatu wadah lembaga yang menghantarkan seseorang kedalam alur berfikir yang teratur dan sistematis. Dalam pengertiannya Pendidikan adalah “usaha sadar dan direncanakan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara”.
Sebagai suatu sistem, pendidikan nasional haruslah dikelola dengan tepat agar sebagai subsistem dari pembangunan nasional tujuan SISDIKNAS seperti yang diminta dalam pasal 4 UU no. 2 th 1989 dapat tercapai secara efektif dan efisien. Karena dalam kehidupan suatu negara pendidikan memegang peranan yang amat penting dalam menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa, karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Untuk itulah manajemen yang bagus sangat dibutuhkan untuk membentuk suatu lembaga pendidikan yang bermutu.
Karena dalam sebuah lembaga pendidikan manajemen memiliki peranan yang sangat penting. Letak pentingnya manajemen dalam sebuah lembaga pendidikan adalah terletak pada proses pengelolaannya. Dalam artian lembaga pendidikan itu akan dikelola dengan cara yang professional yaitu meletakkan atau melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan untuk meraih hasil yang maksimal atau melakukan suatu kegiatan dengan visi dan misi yang telah dirumuskan oleh lembaga pendidikan.
Oleh karena itu G.R. Terry memberikan definisi tentang manajemen adalah management is the force that runs an enterprise and is responsible for its success or failure (manajemen adalah kekuasaan yang mengatur suatu usaha dan bertanggungjawab atas keberhasilan atau kegagalan daripadanya).
Dari pengertian yang diberikan Terry tersebut bias kita tarik sebuah pemahaman bahwa sukses atau gagalnya sebuah lembaga pendidikan terletak pada manajemen yang digunakan oleh lembaga pendidikan tersebut. Semakin bagus menajemen yang digunakan maka akan semakin sukses lembaga pendidikan tersebut. Semakin buruk manajemen yang digunakan lembaga pendidikan tersebut maka akan semakin gagal lembaga tersebut untuk menyukseskan pendidikan.
Akan tetapi manajemen dalam sebuah lembaga pendidikan akan bisa bagus atau tidak tergantung dari pola kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala sekolah selaku leader sekaligus manajer di sebuah lembaga pendidikan. Seorang pemimpin merupakan elemen yang sangat vital dalam menentukan maju mundurnya sebuah organisasi, sebab sebesar apapun sebuah organisasi kalau tidak dipimpin oleh seorang pemimpin yang mempunyai otoritas, legalitas dan kredibilitas yang bagus akan mengalami perkembangan yang mandul (statis). Adapun hal lainnya yang sangat mendukung perkembangan sebuah organisasi adalah manajemen, yakni bagaimana seorang pemimpin dapat memahami dan mempengaruhi anggotanya untuk mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan dan semua unsur-unsur dalam sebuah organisasi.
Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa kepemimpinan merupakan inti dari manajemen. Melalui manajemen semua kegiatan dikoordinir dan diarahkan menuju kepada tujuan yang telah ditetapkan dalam organisasi. Oleh karena itu, manajemen ada pada setiap tingkat organisasi. Salah satu diantaranya adalah lembaga pendidikan.
Tetapi kondisi di lapangan tidak seindah dengan teori yang ditawarkan. Masih banyak sekolah yang masih menerapkan manajemen yang tidak bagus. Bila dirunut ke belakang maka penyebab utama dari buruknya manajemen yang diterapkan sekolah itu adalah karena kepala sekolah sebagai sang leader maupun manager tidak memiliki gaya atau manajemen kepemimpinan yang pas atau yang cocok.
Oleh karena itu dalam makalah ini, pemakalah akan mengulas masalah terkait dengan manajemen kepemimpinan di lembaga pendidikan, yang nantinya teori-teori yang muncul akan pemakalah gunakan sebagai analisator manajemen kepemimpinan di lembaga pendidikan tempat pemakalah mengajar yaitu SMP ‘Aisyiyah Muhammadiyah 3 Malang.
II. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan pemakalah dalam membahas masalah di atas maka, pemakalah merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana teori-teori yang terkait dengan manajemen kepemimpinan di lembaga pendidikan ?
2. Bagaimana penerapan teori-teori manajemen pendidikan tersebut di SMP ‘Aisyiyah Muhammadiyah 3 Malang ?


BAB II
PEMBAHASAN

I. TEORI-TEORI MANAJEMEN KEPEMIMPINAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan hampir di semua aspek kehidupan manusia, sehingga berbagai permasalahan yang ada akan dapat dipecahkan jika mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Terjadinya berbagai perubahan dalam setiap kehidupan tersebut, di satu sisi sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, akan tetapi di sisi lain perubahan tersebut telah membawa manusia ke dalam persaingan global yang semakin ketat. Oleh karena itu agar dapat berperan dalam persaingan, sebagai bangsa kita harus mempu mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Setiap bangsa selalu berusaha meningkatkan kualitas dalam segala bidang kehidupan. Maka agar hal tersebut dapat terwujud, peningkatan sumber daya manusia secara sistematis, terarah, intensif, efektif dan efisien merupakan hal yang paling pertama dan utama yang harus dilakukan, karena hal itu persyaratan
mutlak untuk bisa mencapai tujuan pembangunan. Dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, secara otomatis kualitas pendidikan juga harus senantiasa ditingkatkan melalui berbagai program pendidikan yang dilaksanakan secara sistematis dan terarah berdasarkan kepentingan yang mengacu pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan dilandasi dengan keimanan dan ketaqwaan (IMTAQ).
Dalam proses pembangunan, pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa, karena pendidikan merupakan sarana dalam membangun watak bangsa. Masyarakat yang cerdas akan memberikan nuansa kehidupan yang cerdas pula dan secara progresif akan terbentuk sifat mandiri. Paling tidak kebijakan program untuk meningkatkan mutu pendidikan harus meliputi tiga aspek utama, yaitu : pertama, pengembangan kurikulum berkelanjutan di semua jenjang dan jenis pendidikan. Kedua, meningkatkan kesejahteraan dan profesionalitas guru. Ketiga, pengadaan dan pendayagunaan sarana dan prasarana pendidikan. Berdasarkan aspek-aspek tersebut maka perkembangan dunia pendidikan nasional sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :
1. Faktor internal
a. Dampak manajemen yang sentralistik
Dalam upaya mengembangkan suatu sistem pendidikan nasional selain membawa manfaat, juga telah menimbulkan akibat negatif. Kecenderungan tentang sentralisasi yang berlebihan (over centralization) yang dilakukan pemerintah pusat telah dirasakan oleh hampir semua aspek menajemen pendidikan.
b. Mekanisme pendanaan oleh pemerintah
Pemerintah dirasakan sama sekali belum optimal membuat aturan penetapan biaya penyelenggaraan pendidikan, dalam hal ini pemerintah terkesan membebaskan pendidikan menjadi lahan bisnis. Akibatnya arus komersialisasi mulai merambah dunia pendidikan tanpa mempertimbangkan unsur keterjangkauan masyarakat dan pemerataan pendidikan.
c. Manajemen dan organisasi
Lembaga pendidikan yang berada dibawah naungan Depdiknas harus tunduk pada peraturan-peraturan yang berlaku secara seragam untuk semua lembaga pendidikan. Akibatnya banyak tenaga pengajar mencari penghasilan tambahan di luar kegiatan utamanya karena ketidakmampuan lembaga pendidikan dalam memberikan insentif tambahan bagi yang berprestasi, hal ini diakibatkan karena akuntabilitas dan sustamabilitas serta kecenderungan penetapan tujuan yang tidak realistis.
d. Sumber daya manusia
Meskipun usaha untuk meningkatkan mutu tenaga pendidikan terus dilakukan, akan tetapi secara umum kualifikasi pendidikan para guru di Indonesia belum memadai.
2. Faktor Eksternal
a. Globalisasi
Bersamaan dengan kemajuan teknologi informasi, globalisasi telah membawa paradigma baru dalam lingkungan pendidikan nasional yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan dewasa ini sedang mengalami transformasi menjadi lebih komprehensif.
b. Perkembangan ekonomi nasional, politik, sosial budaya dan teknologi.
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa bumi ini membutuhkan seorang pemimpin. Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30, yang artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat :“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata : “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”. Tuhan berfirman :Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah telah menciptakan seorang pemimpin di bumi ini. Yaitu seorang pemimpin yang adil dan bertanggung jawab. Begitu juga dalam pelaksanaan manajemen di sekolah, seorang pemimpin mempunyai fungsi yang sangat menentukan kualitas suatu sekolah. Salah satu upaya dalam memperbaiki pendidikan yaitu dengan melaksanakan manajemen sekolah dengan sebaik mungkin., yang salah satunya yaitu manajemen kepemimpinan dari sekolah tersebut.
Kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam manajemen berbasis sekolah. Perilaku kepala sekolah harus dapat mendorong kinerja para guru dengan menunjukkan rasa bersahabat, dekat dan penuh pertimbangan terhadap para guru, baik sebagai individu dan sebagai kelompok. Perilaku instrumental merupakan tugas-tugas yang diorientasikan dan secara langsung diklarifikasikan dalam peranan dan tugas-tugas para guru, sebagai individu dan sebagai kelompok.
Perilaku pemimpin yang positif dapat mendorong kelompok dalam mengarahkan dan memotivasi individu untuk bekerja sama dalam kelompok dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Hal tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan sedikitnya mencakup tiga hal yang saling berhubungan, yaitu adanya pemimpin dan karakteristiknya, adanya pengikut serta adanya situasi kelompok tempat pemimpin dan pengikut berinteraksi.
Kemampuan pimpinan sekolah untuk bisa berperan menjadi pemimpin sekaligus manajer sekolah merupakan hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, jika menginginkan terciptanya pendidikan yang benar-benar berkualitas. Depdikbud tugas kepala sekolah sering dirumuskan sebagai EMASLIM, yaitu educator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator dan motivator. Apabila hal ini terwujud, maka seorang kepala sekolah bersama pimpinan lainnya akan mampu membawa sekolah sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia yang saat ini sedang berada pada masa transisi dan berfikir dan bertindak sentralistis menuju desentralistis, karena pimpinan sekolah merupakan motor penggerak dan penentu kebijakan sekolah yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya dapat direalisasikan. Tiga keterampilan yang harus dimiliki oleh pemimpin untuk mensukseskan kepemimpinannya , yaitu :
1. Keterampilan konseptual, yaitu keterampilan untuk memahami dan mengoperasikan organisasi.
2. Keterampilan manusiawi, yaitu kemampuan dalam bekerjasama, memimpin dan memotivasi.
3. Kemampuan teknik, yaitu keahlian dalam menggunakan pengetahuan, metode, teknik serta perlengkapan untuk menyelesaikan tugas tertentu.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pimpinan sekolah merupakan pihak yang paling berperan dalam menentukan arah kebijakan sekolah, oleh karena itu profil seorang pimpinan sekolah yang profesional sebagai usaha dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah sebuah keniscayaan yang harus terpenuhi. Dapat dikatakan bahwa apabila pimpinan sekolahnya baik maka baik pula sekolah tersebut, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu mengutamakan manajemen kepemimpinan itu sangat penting.
Berbicara tentang manajemen kepemimpinan maka kita bisa membahasnya menggunakan tiga kategori berikut yaitu : (1) teori sifat atau teori bakat, (2) teori tingkah-laku, dan (3) teori situasional. Dari masing-masing teori di atas sudah barang tentu memiliki tekanan bahasan yang berbeda-beda.
1. Teori Sifat
Teori sifat ini mencoba memaparkan pemimpin dan kepemimpinan dilihat dari sifat-sifat yang ada atau melekat pada diri seseorang. Dengan kata lain, seseorang yang mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri sebagaimana yang dimaksudkan dalam pendekatan teori sifat ini, dapat dikatakan pantas dan layak disebut sebagai pemimpin. Aktivitasnya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin (melaksanakan kepemimpinan) dengan sendirinya akan lekat dan terkait sekali dengan ssifat-sifat yangdimilikinya.
Secara umum hasil penelitian yang telah ada memberikan suatu kesimpulan bahwa sifat-sifat seorang pemimpin itu adalah sebagai berikut.
1. Mempunyai dorongan yang kuat untuk bertanggung jawab atas tugas yang dipercayakan kepadanya.
2. Teguh mempertahankan pekerjaan untuk memenuhi tujuan.
3. Mempunyai dorongan yang kuat untuk menguji beragam inisiatifnya dalam situasi sosial.
4. Percaya diri dan mempunyai perhatian yang penuh terhadap identitas pribadi anggota.
5. Dapat menerima pelbagai keputusan dan tindakan yang bahkan tidak menguntungkan dirinya.
6. Dapat membawa dan menyerap semua hasrat dan keinginan anggota.
7. Dapat bersikap toleran terhadap kegagalan dan frustasi.
8. Mampu mempengaruhi perilaku anggota, mampu beradaptasi dengan struktur sosial, serta sistem interaksi.
Lebih jauh jauh dijelaskan bahwa sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah sebagai berikut :
1. Intelegensi
Tingkat intelegensi individu memberikan petunjuk tentang kemungkinan-kemungkinan baginya untuk berhasil sebagai pemimpin.
2. Inisiatif
Kemampuan inisiatif yang perlu dimiliki oleh pemimpin ini adalah (a) kemampuan untuk bertindak sendiri dan mengatur tindakan-tindakan, dan (b) kemampuan untuk “melihat” arah tindakan yang tidak “terlihat” oleh pihak lain.
3. Energi atau rangsangan
Seseorang yang mempunyai energi banyak, kuat, dan sehat dianggap dapat menjadi pemimpin karena ia akan lebih bersemangat dan berkemampuan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
4. Kedewasaan emosional
Sifat kedewasaan yang dimiliki oleh seseorang berupa; dapat diandalkan (dependability), persistensi, dan objektivitas merupakan sifat yang layak dimiliki oleh calon pemimpin. Ia bersedia untuk bekerja lama dan menyebarluaskan sikap antusiasme di antara para pengikutnya. Ia juga mengetahui apa yang ingin dicapainya hari ini, tahun depan atau 5 tahun yang akan datang.
5. Persuasif
Sifat pandai melakukan persuasif ini diperlukan bagi pemimpin dalam rangka mendapatkan persetujuan dengan anggota yang dipimpinnya.


6. Skill komunikatif
Seorang yang mempunyai kepandaian dan kecakapan dalam berbicara dan menulis dengan tegas dan jelas dipandang mampu untuk mengemukakan pendapat, ide, dan gagasan kepada orang lain.
7. Kepercayaan pada diri sendiri
Sifat ini dapat dinyatakan sebagai suatu kepercayaan dalam kepemimpinannya. Pemimpin yang cukup matang dan tidak memiliki sifat anti sosial dipandang mampu menghadapi segala tantangan karena sikap percaya diri yang dimilikinya.
8. Perseptif
Sifat ini berhubungan dengan kemampuannya untuk mendalami ciri-ciri dan kelakuan orang-orang lain, terutama bawahannya. Hal ini juga mencakup kemampuannya dalam memproyeksikan diri sendiri secara mental dan emosional ke dalam posisi orang lain.
9. Kreativitas
Sifat ini berupa kemampuan untuk bersifat orisinal, memikirkan dengan cara-cara baru.
Sementara itu, secara khusus syarat untuk menjadi pemimpin pendidikan adalah sebagai berikut.
1. Berwatak yang baik.
2. Intelegensi yang tinggi.
3. Kesiapan lahir dan batin.
4. Sadar pada tanggung jawab.
5. Mempunyai sifat-sifat kepemimpinan yang menonjol.
6. Membimbing dirinya dengan asas dan prinsip kepemimpinan.
7. Melaksanakan kegiatan-kegiatan dan perintah-perintah dengan penuh tanggung jawab serta mampu membimbing anak buahnya dengan baik dan menggemblengnya menjadi satu kesatuan yang efektif.
8. Mengenal anak buahnya, memahami sepenuhnya pada sifat dan tingkah-laku masing-masing dalam segala macam keadaan, suasana, dan pengaruh.
9. Paham pada cara bagaimana seharusnya mengukur dan menilai kepemimpinannya.
Sifat-sifat sebagaimana di atas secara umum dapat dikatakan sebagai sifat yang terkait dengan dirinya sendiri. Sifat lain yang juga penting dimiliki oleh pemimpin pendidikan berkaitan dengan interaksinya dengan bawahannya (dalam rangka menggerakkan dan memotivasi mereka untuk mau dan mampu bekerja dengan baik) adalah sebagai berikut.
a. Memiliki intelegensi atau kecerdasan yang cukup baik.
b. Percaya pada diri sendiri.
c. Mampu berintegrasi dengan personil yang dipimpinnya atau memiliki sifat membership.
d. Cakap bergaul dan ramah-tamah.
e. Kreatif, penuh inisiatif, dan memiliki kemauan untuk maju dan berkembang menjadi lebih baik.
f. Berpengaruh dan mampu mewujudkan hubungan manusiawi yang berwibawa sebagai organisatoris.
g. Memiliki pengetahuan, keahlian, dan keterampilan dalam bidang administrasi dan pendidikan.
h. Suka menolong memberi petunjuk dan dapat menghukum secara konsekuen dan bijaksana.
Sifat-sifat sebagaimana ditegaskan di atas akan terlihat dan dapat dimengerti oleh bawahan atau orang lain dari semua tindakan yang ia lakukan ketika melaksanakan aktivitas kepemimpinannya (dari membuat perencanaan, memonitor, sampai kepada pemberian kompensasi).
2. Teori Tingkah-laku
Pembicaraan masalah kepemimpinan dilihat dari pendekatan tingkah-laku ini sudah banyak dilakukan oleh para ahli, antara lain seperti apa yang dilakukan oleh Warren A. Schmidt yang memandang bahwa kepemimpinan ini sebagai suatu yang kontinum. Artinya, kepemimpinan itu merupakan perpaduan antara situasi dengan gaya, antara kepribadian pemimpin itu sendiri dengan struktur tugas yang diberikan kepadanya.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pendekatan kepemimpinan menurut teori singkah laku adalah pemimpin itu tidak akan bertindak atau berkelakuan yang sama atau identik dalam setiap institusi atau lembaga yang dipimpinnya. Artinya, sangat mungkin bahwa pemimpin yang sudah cukup berpengalaman memimpin lembaga pendidikan, tidak akan bisa bertindak yang sama sebagaimana ia memimpin pada lembaga atau organisasi yang telah atau pernah dipimpinnya.
Kontinum tindakan atau kelakuan kepemimpinan itu sebagaimana digambarkan oleh Robert Tannenbaum/Warren H. Schmidt (1958) sebagaimana dikutip dan dijelaskan oleh Winardi dengan kesimpulannya bahwa ada tujuh macam tingkatan kepemimpinan yang berbeda-beda.
1. Pihak pimpinan yang membuat dan mengumumkan keputusan.
2. Pemimpin yang menjual keputusan.
3. Pemimpin yang mengajukan ide-ide dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
4. Pemimpin yang memberikan keputusan tentatif, ada kemungkinan untuk mengubahnya.
5. Pemimpin yang mengemukakan problem, menunggu saran-saran membuat keputusan.
6. Pemimpin yang menetapkan batas-batasnya dan menanyakan keputusan-keputusan kelompok.
7. Pemimpin yang membiarkan bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditetapkan olehnya.
Menurut Stogdill ada tujuh perilaku pemimpin yang disukai, yakni pemimpin yang; (1) menampilkan diri sebagai seorang yang miliki spesialisasi atau keahlian dan teknik tertentu, (2) mengetahui anggotanya dan memperlihatkan pelbagai pertimbangan terhadap mereka, (3) tahu kapan melakukan komunikasi tertutup dan terbuka, (4) memiliki pribadi bertanggung jawab dan tahu situasi, (5) berinisiatif dan aktif langsung pada kegiatan, (6) dapat melatih anggota dalam sebuah tim, dan (7) mampu membuat keputusan.
Selanjutnya Keith Davis sebagaimana dikutip oleh Anoraga dan Sri Suyati menyatakan bahwa ada empat sifat umum yang mempunyai pengaruh terhadap kesuksesan kepemimpinan seseorang dalam sebuah institusi atau organisasi.
1. Kecerdasan, seorang pemimpin tentu memiliki kecerdasan yang lebih tinggi dari bawahannya.
2. Kedewasaan dan hubungan sosial yang kuat. Di sini pemimpin cenderung mempunyai sikap matang dan emosi yang stabil serta mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial.
3. Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Para pemimpin relatif mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi.
4. Sikap hubungan manusiawi. Pemimpin sebaiknya mempunyai orientasi pada guru bukannya pada cara mengajarnya, mau menghargai para dewan pengajarnya.
3. Teori Situasional
Berbeda dengan teori-teori sebelumnya, kepemimpinan dilihat dari teori situasional ini beranggapan bahwa jenis tindakan atau kebijakan apa yang perlu dilakukan atau di ambil dalam rangka mencapai tujuan organisasi perlu dilihat bagaimana kondisi bawahan atau anggota. Pada situasi bawahan itu masih belum tahu banyak dan pengalamannya masih kurang, maka pemimpin dapat menerapkan pola pertama, yaitu menekankan pelaksanaan tugas yang tinggi, sedangkan hubungan dengan anggota dibatasi.
Dalam kondisi sebagaimana di atas, pemimpin perlu memberikan penjelasan tentang tugas yang harus dikerjakan oleh anggota secara jelas, terperinci, dan mudah dipahami. Jika hal ini tidak dilakukan (artinya pemimpin membiarkan anggotanya untuk bekerja sendiri tanpa adanya penjelasan tugas) maka tindakan yang dilakukan oleh anggota tidak bisa terarah dan cenderung keluar dari tujuan yang telah ditetapkan. Tindakan pemimpin yang seperti ini jelas membuang-buang tenaga, waktu, dan biaya yang ada.
Apabila situasi atau kondisi anggota dalam keadaan cukup baik, sudah terbiasa bekerja dalam organisasi, pemimpin masih tetap perlu memberikan arahan kepada anggota tentang pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya. Hanya saja pemimpin perlu membangun hubungan manusiawi yang lebih baik, dengan memberikan dorongan atau motivasi kepadanya untuk bekerja dengan baik, teliti, dan tekun (misalnya dengan memberi pujian atas hasil kerjanya atau sapaan setiap saat).
Menurut Fred E. Fiedler sebagaimana dikutip oleh Mamduh M. Hanafi dikatakan bahwa ada tiga dimensi kritis yang berkaitan dengan kepemimpinan yang efektif.
1. Kekuasan posisi (power position). Dimensi ini menjelaskan kekuasaan (power) yang dimiliki oleh pemimpin, seperti keahlian atau kepribadian yang mampu membuat bawahan mengikuti kemauan pemimpin. Pemimpin yang mempunyai kekuasaan dari posisinya yang jelas dan besar dapat memperoleh kepatuhan bawahan yang lebih besar.
2). Struktur Pekerjaan. Dimensi ini menjelaskan sejauh mana pekerjaan dapat dirinci atau dijelaskan dan membuat bawahan bertanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Jika struktur pekerjaan tersebut jelas, pekerjaan dapat dilakukan dengan mudah, bawahan dapat diserahi tanggungjawab pelaksanaan pekerjaan tersebut lebih baik.
3). Hubungan antara pemimpin–bawahan. Dimensi ini berkaitan dengan hubungan antara bawahan dengan pemimpin; apakah bawahan percaya dan menyukai pemimpinnya dan bersedia mengikuti pemimpinnya. Dimensi ini dianggap paling penting karena kedua dimensi sebelumnya, yaitu kekuasaan posisi dan struktur pekerjaan dapat dikendalikan oleh organisasi.
Untuk dapat mengukur efektivitas kepemimpinan menurut Winard ada tiga hal yang mempengaruhinya :
1. Tingkat kepercayaan para pengikut terhadap pemimpin.
2. Tingkat sampai di mana pekerjaan para pengikut hanya bersifat rutin atau terstrukturisasi kurang baik.
3. Tingkat kekuasaan yang inheren dengan posisi kepemimpinan.
Melihat penjelasan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kepemimpinan situasional merupakan tipe kepemimpinan yang tepat untuk diterapkan atau dipakai oleh seorang yang menjadi pemimpin pada semua level atau tingkatan. Dengan kepemimpinan situasional ini pemimpin dapat bertindak atau mengambil tindakan tegas jika keadaan memang memerlukannya. Sebaliknya, dalam situasi tertentu pula pemimpin dapat menggunakan tipe yang demokratis, manakala kondisi anggota baik, teratur, dan dalam kondisi saling mempercayai (tercipta dalam situasi yang kondusif).
Teori kepemimpinan situasional ini mengisyaratkan bahwa untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas kepemimpinan yang efektif, hendaknya pemimpin mampu menyelaraskan tiga hal secara simultan yang akan mempengaruhi keberhasilan kepemimpinan seseorang, yaitu kemampuan dan kualitas pemimpin, kondisi/situasi organisasi yang dipimpinnya, serta kemampuan dan kualitas bawahannya.
Dalam masalah pemilihan dan penggunaan model kepemimpinan ini Warren H. Schmidt sebagaimana dikutip oleh T. Hani Handoko memberikan beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan seperti berikut ini.
1). Kekuatan-kekuatan dari dalam diri manajer, yang mencakup:
(a) sistem nilai, (b) kepercayaan terhadap bawahan, (c) kecenderungan kepemimpinannya sendiri, dan (d) perasaan aman dan tidak aman.
2). Kekuatan-kekuatan dalam diri para bawahan, meliputi: (a) kebutuhan mereka pada kebebasan, (b) kebutuhan mereka pada peningkatan tanggung jawab, (c) apakah mereka tertarik dan mempunyai keahlian untuk penanganan masalah, dan (d) harapan mereka mengenai keterlibatan dalam pembuatan keputusan.
3). Kekuatan-kekuatan dari situasi, mencakup: (a) tipe organisasi, (b) efektivitas kelompok, (c) desakan waktu, dan (d) sifat masalah itu sendiri.
Berkaitan dengan masalah efektivitas kepemimpinan ini, menurut Fred E. Fiedler dari University of Illinois sebagaimana dikutip oleh Mamduh menyatakan bahwa ada tiga dimensi kritis tentang situasi kepemimpinan :
a. Kekuasaan posisi (power position).
b. Struktur pekerjaan.
c. Hubungan antara pemimpin–bawahan.
Menurut Hani Handoko agar kelompok itu dapat berfungsi secara efektif, maka pemimpin itu harus melaksanakan dua fungsi pokok; yaitu (1) fungsi-fungsi yang berhubungan dengan tugas (“taskrelated”) atau pemecahan masalah, dan (2) fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok (“groupmaintenance”) atau sosial.
Lebih jauh dijelaskan bahwa pemimpin dalam suatu organisasi mempunyai karakterikstik sebagai berikut: (1) menentukan dan mengungkapkan misi organisasi secara jelas, (2) menetapkan tujuan, prioritas, dan standar, (3) kepemimpinan dipandang sebagai tanggung jawab daripada suatu hak istimewa atau kedudukan, (4) dapat memberikan kontribusi kepada organisasi, (5) memperoleh kepercayaan, respek dan integritas.
Dari beberapa uraian di atas, dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa, faktor yang turut berpengaruh terhadap efektivitas kinerja kepemimpinan meliputi:
1. kemampuan memotivasi atau menggerakkan bawahan,
2. kemampuan melaksanakan komunikasi secara efektif,
3. kemampuan dalam mengambil keputusan dan pembuatan pedoman kerja,
4. kemampuan dalam menghadapi suatu konflik yang muncul,
5. kemampuan melaksanakan supervisi dan kontrol, dan
6. kemampuan dalam menciptakan suasana yang humanis dan kondusif.
II. PENERAPAN MANAJEMEN KEPEMIMPINAN DI SMP ‘AISYIYAH MUHAMMADIYAH 3 MALANG
Melihat dari kesimpulan tentang teori manajemen kepemimpinan di atas, maka pemakalah selaku bawahan di instansi tersebut merasa bahwa pimpinan sekolah kami masih belum sepenuhnya melaksanakan kepemimpinan sesuai dengan manajemen yang standar tersebut.
1. Kemampuan memotivasi atau menggerakkan bawahan
Dari segi ini pimpinan kami belum mampu memberikan motivasi dalam menggerakan bawahan sebagai suatu misal dalam perumusan RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran). Dewan guru diharuskan membuat RPP dan dikumpulkan tempat pada waktunya dan RPP tersebut haruslah dibuat sendiri dengan menggadakan perubahan-perubahan dari RPP yang ada akan tetapi pimpinan kami tidak memberikan contoh yang baik. Ketika RPP para guru telah selasai dibuat dan dikumpulkan, pimpinan tidak mengerjakan RPP sama sekali.
2. Kemampuan melaksanakan komunikasi secara efektif,
Dari segi ini pimpinan instansi kami masih cukup bagus karena beliau masih sering berdialog dengan dewan guru pada saat istirahat atau pada saat-saat senggang lainnya. Sehingga dengan kondisi yang demikian keakraban pun bisa terbangun dengan baik.


3. Kemampuan dalam mengambil keputusan dan pembuatan pedoman kerja,
Dari segi ini pimpinan kami memiliki kelemahan yang cukup vital, dalam artian sering kali keputusan-keputusan itu diambil tanpa menggindahkan prosedur rapat dengan dewan guru. Sehingga tak jarang keputusan tersebut menjadi blunder bagi sekolah kami. Terutama terkait dengan pengeluaran keuangan sekolah. Sering kali sekolah mengalami deficit karena keuangan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan pos-pos yang telah dianggarkan.
4. Kemampuan dalam menghadapi suatu konflik yang muncul,
Dalam meredam konflik atau menyelesaikan pemasalahan yang muncul, pimpinan kami telah menjalankan fungsinya secara tepat. Beberapa kali konflik yang terjadi di antara guru bisa diselesaikan dengan damai dan indah.
5. kemampuan melaksanakan supervisi dan kontrol, dan
6. kemampuan dalam menciptakan suasana yang humanis dan kondusif.
Itulah beberapa evaluasi pemakalah terkait dengan manajemen kepemimpinan yang diberjalan di sekolah kami. Walaupun banyak sekali ketidak sesuaian antara teori dengan empiric di lapangan tetapi secara umum kepemimpinan kepala sekolah kami masih bisa dikatakan cukup bagus. Ini terbukti dari beberapa prsetasi yang bisa diperoleh sekolah kami.












BAB III
KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa :
1. Manajemen kepemimpinan merupakan factor penting dalam mengembangkan organisasi dalam hal ini yaitu lembaga pendidikan. Substansi kegiatan pendidikan ialah kegiatan pembelajaran. Ujung tombak keberhasilan penyelenggaraan pendidikan tidak bisa dilepaskan keterkaitan antara interaksi guru dengan kepala sekolah sebagai pemimpin tertinggi di sekolah. Kecakapan atau kemampuan pemimpin pendidikan (kepala sekolah) dalam membangun semangat guru atau pegawai lainnya tidak lepas dari sifat-sifat dan cara-cara yang ditunjukkan di hadapan mereka. Artinya, sifat-sifat yang baik dan perlakuannya terhadap bawahan atau anggota bagaimanapun sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dirinya dan melaksanakan kepemimpinan di sekolah. Pemimpin pendidikan pada semua level—baik itu Kepala Sekolah, wakil kepala sekolah, dan para guru wali atau petugas lainnya—hendaknya mampu berperan sebagai EMASLIM yaitu; edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, dan motivator.
2. Berkaitan dengan hal tersebut bila disesuaikan dengan manajemen kepemimpinan yang diterapkan kepala sekolah kami, maka ada beberapa hal yang memang tidak sesuai dengan manajemen kepemimpinan akan tetapi secara umum bisa dikatakan kepala sekolah kami sudah berusaha untuk menerapkan manajemen kepemimpinan secara bagus.







BIBLIOGRAPHY



Anoraga, Panji. 1995. Perilaku Keorganisasian.Jakarta: Pustaka Jaya.
Arifin, M. 1993. Iklim Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoretis & Praktis berdasarkan PendekatanOnterdisipliner. Jakarta: Bina Aksara.
Hanafi, Mamduh M. 1997. Manajemen. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Handayaningrat, Soewarno. 1982. Total Quality Management. Yogyakarta: Andi Offset.
Liliweri, Alo. 1997. Sosiologi Organisasi. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Purwanto, Ngalim. 1985. Ilmu Pendidikan: Teoretis dan Praktis. Bandung: Remadja Karya.
Schimedt, W. H. & Tannenbaum. 1973. Haw to Choose a Leadership. London: Pattern.
Winardi. 2000. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: Rineka Cipta.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Penjelasannya, Yogyakarta, Media Wacana Press, 2003.