PERBAIKI AKHLAK, kunci sukses hidup
“ Inginkah kalian kuberitahu tentang siapa dari kalian yang paling kucintai dan dia duduk di majelis terdekat denganku di hari kiamat? Rasulullah Saw. Kemudian mengulang lagi pertanyaan itu. Pada ulangan yang ketiga, para sahabat seperti terhenyak dan bertanya, “ iya, ya Rasulullah!” maka Rasulullah bersabda, “orang yang paling baik akhlaknya”.
Akhlak atau kalau boleh saya samakan dengan kepribadian, adalah sikap dan sifat yang sangat mendasar yang harus dimiliki oleh manusia. Dan untuk memperbaiki akhlak atau kepribadian manusia itulah Allah Swt mengutus Rasulullah Saw. Manusia utama adalah manusia yang memiliki akhlak atau kepribadian yang komplit. Ada keselarasan antara keshalehan individu dan keshalehan sosial.
Kita harus ingat tabiat manusia yang digambarkan oleh Allah dalam al-Qur’an. Manusia itu adalah makhluk yang mulia dan dimuliakan oleh Allah dalam sebaik-baik penciptaan. Seperti yang Allah Swt sampaikan dalam surat at-Tiin ayat empat, sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Kenapa Allah Swt memuliakan manusia? Pertama, karena manusia telah diberi anugerah hati. Melalui hati-lah Allah Swt akan menurunkan hidayah-Nya atau bahkan sebaliknya, hidayah Allah akan menjauh dari manusia apabila hatinya telah ditutup oleh Allah Swt. Seperti yang firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 7, Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat
Bahkan Rasul Muhammad Saw juga memberikan informasi yang sangat berharga kepada kita, apabila kita ingin bertanya akan sebuah kebaikan maka kita diminta bertanya pada hati kita, seperti sabda beliau, Mintalah pendapat dari hatimu, kebaikan adalah apa yang jiwa dan hati tenang karenanya, dan dosa adalah apa yang terasa mengganggu jiwa dan menimbulkan keragu-raguan dalam dada.
Kedua, manusia telah dianugerahi Allah Swt dengan akal pikiran yang tidak diberikan kepada makhluk Allah yang lainnya. Seperti firman Allah Swt dalam surat al-Imran ayat 190, Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Dengan akan dan pikiran itu seharusnya manusia bisa membedakan mana perbuatan yang harus dia kerjakan dan mana yang harus dia tinggalkan. Dan ikhwal yang paling utama adalah dengan akal pikiran itu seharusnya manusia memikirkan akan kebesaran Allah, sehingga akan memunculkan rasa takut pada hatinya.
Ketiga, manusia oleh Allah telah diberikan fitrah atau jiwa yang suci. Apa jiwa yang suci itu? Yaitu jiwa bertuhan atau jiwa beragama. Firman Allah dalam surat ar-Ruum ayat 30, Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Keempat, yang lebih fantastis lagi adalah Allah telah mengangkat manusia sebagai khalifah, yang bertugas untuk memakmurkan bumi. Seperti firman Allah dalam al-Qur’an surat Huud ayat 61, Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya). Tergambar jelas dalam surat ini bahwa tugas manusia adalah memakmurkan bumi bukan malah menghancurkan bumi termasuk di dalamnya kategori menghancurkan bumi adalah berperilaku amoral.
Dengan modal-modal ruhaniah yang berharga itu manusia diberi kekuatan oleh Allah Swt untuk memilih dan memilah yang benar dari yang salah. Mana yang baik dan membedakannya dari yang buruk. Mana yang patut dan menjauhi yang tidak patut. Kemampuan manusia untuk memilih itulah yang menjadi faktor pembeda dengan binatang atau makhluk ciptaan Allah yang lain.
Sehingga dengan kemampuan-kemampuan itulah yang menjadikan manusia sebagai satu-satunya ciptaan Allah Swt yang diberikan mandat untuk bisa membangun peradaban, yakni segala wujud kebudayaan yang halus, utama dan yang tinggi.
Namun sebaliknya jika sudah ganas dan jahat, manusia bisa berperilaku melebihi binatang. Manusia bisa berperilaku hewaniah. Mengapa bisa demikian? Karena hati, akal pikiran dan jiwa fitrahnya sudah tidak berfungsi karena telah dikalahkan dengan hawa nafsunya yang liar dan telah dikendalikan oleh setan. Seperti yang tergambar dalam firman Allah surat al-‘Araf ayat 179, Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
Satu hal penting yang juga menjadi salah satu faktor manusia kerap kali berbuat tindakan yang beradab dan amoral itu adalah karena telah hilangnya perasaan malu dari dalam dirinya. Perlu kita sadari bahwa lenyapnya perasaan malu dalam diri kita merupakan titik awal dari kehancuran dan kebinasaan. Apabila orang sudah tidak punya rasa malu lagi, maka dia akan lepas kendali, bebas melakukan apa saja yang diinginkan hawa nafsunya.
Seperti yang disabdakan Rasulullah Saw yang diriwayatkan Bukhari, sesungguhnya diantara yang didapat oleh manusia dari kata-kata kenabian yang pertama adalah apabila engkau tidak lagi mempunyai rasa malu, maka berbuatlah sekehendakmu.
Akhirnya, menyadari bahwa kita adalah makhluk Allah yang paling mulia dan sempurna maka akhlak atau kepribadian yang mulia harus menjadi concern hidup kita di dunia ini. Dan malu adalah alarm atau benteng dari segala macam krisis kehidupan yang bisa menggerogoti akhlak atau kepribadian kita. Sehingga mengedepankan rasa malu sehingga memunculkan akhlak atau kepribadian yang mulia merupakan solusi cerdas guna menyelesaikan berbagai macam krisis amoral dan krisis-krisis lainnya yang sedang “menyambangi” negeri kita tercinta ini.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar