PERSIS di depan penginapan kami, di seberang Sungai Nil, ada sebuah lembah yang dikelilingi gunung dan bukit-bukit berbentuk mirip piramida. Kawasan bebatuan yang tandus itu terletak di tepi barat Sungai Nil yang airnya mengalir tenang. Di sanalah jenazah 62 Firaun dan keluarganya dikuburkan, khususnya di era New Kingdom yang beribu kota di Luxor (abad 15-10 SM).
Beberapa nama Firaun terkenal dimakamkan di lembah itu. Di antaranya, jenazah Thutmosis, Amenhotep, Ramses II, dan Tutankhamun yang muminya masih utuh serta bisa disaksikan hingga sekarang. Mumi Tutankhamun masih ada di lokasi makam, sedangkan mumi Ramses II sudah dipindahkan ke Museum Kairo. Beribu-ribu koleksi peninggalan sejarah Mesir yang tersebar di seluruh dunia ternyata berasal dari Valley of The King ini.
Untuk berziarah ke makam para raja itu, ada tiga cara. Pertama, menggunakan mobil pribadi. Hanya, jalan yang ditempuh harus memutar agak jauh. Kedua, menggunakan perahu layar. Peziarah bisa langsung naik dari depan hotel. Atau, ketiga, menggunakan balon udara! Ya, transportasi ke Lembah Raja bisa ditempuh dengan naik balon udara yang programnya diadakan pihak hotel.
Setelah berembuk, kami memutuskan untuk menggunakan mobil agar bisa leluasa melakukan eksplorasi ke situs-situs lain di Kota Luxor. Dengan menempuh perjalanan selama 40 menit, kami akhirnya sampai di pintu gerbang Valley of The King. Kami pun berupaya mendokumentasikan pemandangan yang menakjubkan itu.
Namun, tampaknya, pengelola Lembah Raja melarang pengunjung untuk memotret objek di dalam kompleks lembah. Kami hanya memotret perbukitan yang mengitari kompleks itu dari seberang Sungai Nil atau dari dermaga perahu layar. Kami hampir didenda USD 1.000 untuk setiap gambar yang diambil ketika kami sembunyi-sembunyi memotret di dalam lembah. Petugas lalu memerintah kami untuk menghapus file gambar-gambar di dalam kamera.
Lokasi Lembah Raja dipilih Firaun Thutmosis 1 yang berkuasa pada 1528-1510 SM dan kemudian diikuti raja-raja sesudahnya untuk pemakaman. Dalam mitologi Mesir kuno, jenazah para raja akan memasuki alam keabadian jika mereka dikuburkan di bawah bangunan berbentuk piramida.
Karena itu, meski tidak membangun piramida seperti zaman Old Kingdom yang beribu kota di Memphis, mereka menerapkan filosofi yang sama. Yaitu, memilih perbukitan batu yang berbentuk piramida sebagai makamnya.
Makam, dalam tradisi para penyembah matahari, selalu ditempatkan di tepi barat Sungai Nil. Itu menjadi simbol pertemuan mereka dengan dewa matahari, Amun Ra, di tempat tenggelamnya, ufuk barat. Karena itu, di dinding-dinding lorong makam tersebut dipahatkan cerita bahwa orang yang mati akan bertemu dewa matahari setelah berlayar menaiki perahu menuju alam keabadian.
Dalam gambar-gambar itu, disimbolkan adanya dua belas pintu dengan para penjaganya yang memeriksa mereka dalam gelap malam. Mengapa jumlahnya 12 pintu? Sebab, malam hari, menurut kisah tersebut, ada 12 jam. Setelah melewati pintu-pintu itu, mereka berharap bertemu dewa matahari yang mereka sembah saat matahari ''terbit pada esok hari'' di alam keabadian.
Saat meninggal, para Firaun selalu membawa bekal untuk ''hidup'' di alam keabadian. Mulai makanan kesukaan, pakaian, perhiasan, kereta perjalanan, sampai perlengkapan rumah tangga seperti meja kursi dan sebagainya. Selain itu, dibuatkan patung-patung para Firaun dalam ukuran sesungguhnya yang dipajang di dekat ruang penempatan jenazah. Patung tersebut dibuat dalam wajah yang masih muda sebagai simbol keabadian kehidupan mereka di sana.
Semua perbekalan dan barang-barang berharga itu ditanam bersama jenazah Firaun yang sudah dimumifikasi. Di dalam perut bukit tersebut terdapat lorong panjang menuju ruang penempatan mumi di bagian paling ujung. Di sepanjang lorong itulah ruang-ruang untuk menempatkan perbekalan jenazah berada. Di dinding lorong itu dipahatkan berbagai ornamen dan gambar yang mengisahkan sejarah hidup sang Firaun hingga perjalanannya menuju alam keabadian. Cerita itu disebut sebagai ''Kitab Kematian''.
Yang menarik, ketika ditemukan para arkeolog, ternyata sudah banyak makam di kawasan Lembah Raja yang kosong. Harta benda di dalamnya sudah lenyap, bahkan bersama muminya. Perut bukit-bukit berbentuk piramida itu sudah berlubang-lubang dibobol para pemburu harta Firaun. Kebanyakan pemburu harta Firaun tersebut adalah penduduk setempat. Tapi, tidak sedikit pula orang dari luar Mesir.
Selain perhiasan emas, barang-barang bersejarah yang bernilai sangat tinggi kini berada di tangan para kolektor. Terutama mumi Firaun. Tidak heran, sebagian besar benda bersejarah peninggalan Mesir kuno bertebaran di museum-museum luar Mesir. Misalnya, di British Museum (London), Louvre Museum (Paris), Turin Museum (Italia), dan Berlin Museum (Jerman).
Belum lagi yang berada di tangan para kolektor pribadi. Diperkirakan, barang peninggalan Mesir kuno yang beredar di luar Mesir lebih dari satu juta item. Padahal, yang tersimpan di Museum Kairo hanya sekitar 200 ribu benda.
Sejak itu, Lembah Raja menjadi objek wisata yang sangat menarik perhatian dunia. Hanya, untuk menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan terhadap peninggalan bersejarah itu, pengelola menerapkan penjagaan yang amat ketat. Selain pemeriksaan di pintu masuk, pengunjung tidak boleh memotret di dalam kompleks makam.
Uniknya, untuk menjaga Lembah Raja dari pencurian, pemerintah Mesir merekrut penjaga dari keluarga Ala' Abdurrasul yang sebelumnya dikenal sebagai pencuri andal kuburan-kuburan Firaun secara turun-temurun di kawasan tersebut. Sebuah strategi jitu yang dipilih pemerintah Mesir agar makam-makam itu tidak dijarah lagi oleh para penggali kubur. Dengan cara begitu, tentu sulit bagi pencuri, apalagi pemula, untuk mengelabui pakar pencuri yang kini menjadi penjaga makam itu.
Penjaga makam dari keluarga Ala' Abdurrasul tersebut bernama Ali bin Ala' Abdurrasul. Saya sempat menemui dia di dalam makam Tutankhamun.
***
Sehebat apa pun, para Firaun pasti akan mati juga. Juga, sebanyak apa pun harta benda yang mereka bawa ke alam kubur bakal habis. Bukan karena ikut ke alam keabadian, tapi ludes di tangan para pemburu harta Firaun untuk biaya hidup.
Manusia tidak membawa apa-apa ke alam kematian untuk bertemu Tuhannya. Mereka hanya membawa amal kebajikan dan karya-karya kemanusiaan yang diamanatkan kepadanya oleh Sang Pencipta. Sebab, sesungguhnya, hidup di dunia ini bukan sebuah kebetulan, tapi membawa sebuah misi untuk membangun tatanan kehidupan yang penuh rahmat bagi siapa saja, makhluk ciptaan-Nya. Setelah itu, kita semua bakal mati untuk mempertanggungjawabkannya kepada Sang Sutradara.
''Kami (Allah) tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu, maka jikalau kamu mati, apakah mereka (juga) akan kekal abadi?'' (QS 21: 34). (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar