Generasi Berkualitas dan Tantangan Dunia Global

Hendaklah kamu takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”(QS An-Nisa [4]: 9) Era global yang ditandai dengan persebaran informasi, interaksi ekonomi-bisnis, dan kebijakan politik internasional yang terbatas merupakan tantangan besar generasi muda Muslim saat ini. Namun, besarnya tantangan itu tak sebanding dengan kualitas sumber daya manusia dan sumber daya ekonomi yang kita miliki. Selain penguasaan ilmu pengetahuan kita yang masih rendah, negeri kita juga dilanda kemiskinan yang cukup parah. Inilah dua persoalan yang sedang melilit Indonesia. Fakta Angka Lembaga-lembaga berwenang telah mengeluarkan laporan tentang rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan tingginya angka kemiskinan masyarakat Indonesia. Kita tak hanya tertinggal dari negara-negara Barat, tetapi juga dari negari-negari Muslim. Karena tingginya angka kemiskinan dan sulitnya akses pendidikan, indeks pembangunann manusia Indonesia pun jauh tertinggal. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa anak usia 7-15 tahun sebanyak 1,2 juta tidak tercatat di sekolah, 20,7% di antaranya dari keluarga miskin. Angka buta aksara usia 15 tahun di Indonesia berjumlah 12.881.080 orang atau 8,07 persen. Sebanyak 81% lebih (terbanyak umur Islam) penduduk buta aksara terkonsentrasi di 10 provinsi dengan urutan tertinggi di provinsi Jawa Timur diikuti Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, NTB, Papua, NTT, Bali, Lampung dan Banten. Sedangkan sisanya dibagi rata di 22 provinsi lain. Tingginya angka buta aksara beriringan dengan tingginya jumlah penduduk miskin. Dalam kurun tujuh tahun terakhir, angka kemiskinan tak pernah turun secara signifikan, bahkan cenderung stagnan. Jumlah penduduk miskin tak pernah kurang dari kisaran 36,1 juta (16,66%). Selain menghadapi tingginya angka kemiskinan dan buta aksara, masalah yang juga melanda bangsa kita adalah rendahnya jumlah pakar di setiap bidang ilmu pengetahuan. Negara-negara dengan mayoritas berpenduduk muslim, termasuk Indonesia hanya memiliki pakar iptek kurang dari 100 orang/ sejuta penduduk. Indonesia hanya memiliki 64 pakar/ sejuta. Negara-negara non-Muslim rata-rata memiliki 3000 pakar/ satu juta penduduk. Sementara Israel, negeri Yahudi itu, memiliki 8000 pakar/ satu juta penduduk. Generasi Berkualitas Masalah kemiskinan, buta aksara dan rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan realitas sosial yang tengah kita alami saat ini. Tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga negeri-negeri Muslim lainnya di dunia. Fakta ini sangat kontras dengan kondisi umat Islam masa lampau. Umat Islam di masa lalu bisa menampilkan diri sebagai umat terbaik (khairu ummah), mereka menjadi penguasa dan pemimpin dalam ilmu pengetahuan. Abad modern yang dihasilkan Barat saat ini berutang budi pada jasa-jasa Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Khawarizmi, dan lain-lain. Merekalah yang membuat sejarah kegemilangan kaum Muslim yang masih harum namanya sampai sekarang. Masa kejayaan umat Islam generasi awal dan realitas sosial umat dewasa ini harus menjadi motivasi bagi generasi muda untuk bangkit dari keterpurukan agar meraih kegemilangan. Generasi muda yang berkualitas harus disertai peguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penguasaan iptek pun meniscayakan perbaikan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan keluarga. Keunggulan sumber daya manusia ini pula yang pada gilirannya menentukan bangunan peradaban masa depan bangsa. Persoalan ketertinggalan di bidang pendidikan dan ekonomi yang tengah kita alami saat ini sangat penting untuk segera di atasi agar generasi muda kita mampu menjawab tantangan globalisasi yang semakin deras. Generasi muda harus disiapkan menjadi penerus perjuangan bangsa dengan berbagai keterampilan. Menyiapkan generasi muda yang unggul dan tangguh merupakan kewajiban orangtua dan seluruh komponen bangsa

REFLEKSI MAULUD NABI MUHAMMAD SAW 1433 H

Assalamu'alaikum... Maulud Nabi yang tiap tahun kita peringati sebenarnya bukan sebuah sunnah dari Nabi SAW. Akan tetapi tidak ada larangan bagi umat Islam untuk merayakannya, sebagai sebuah bentuk cinta terhadap Rasul SAW. Akan tetapi yang harus kita pahami bersama adalah jangan sampai perayaan maulud itu menjurus kepada pengkultusan. Ingat Nabi juga seorang manusia biasa, beliau melarang umatnya untuk mengkultuskan bahkan sampai pada arah mensejajarkan Nabi dengan Rabb kita, Allah SWT. Sayangnya di negara kita acapkali ritual memperingati maulud Nabi menjurus kepada kesyirikan, diantaranya mencuci piring pusaka, seperti di keraton kasepuhan cirebon atau mencuci benda pusaka lain. Yang kemudian bekas air cuciannya diperebutkan karena dianggap membawa berkah bagi yang memperolehnya.Lantas dimana Allah, Tuhan Yang Maha Esa? Sebagai seorang muslim yang sejati yang harus kita lakukan sebagai sebuah refleksi tahunan dalam memperingati maulud Nabi adalah menghidupkan sunnah-sunnah beliau. Seperti hadits yang diriwiyatkan oleh Ibnu Majjah : "Barangsiapa menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku, lalu diamalkan oleh manusia maka ia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang yang mengamalkannya". sungguh merugi bagi kita yang hanya merayakan maulud Nabi tapi sunnah-sunnah Nabi malah ditinggalkan. Shalat malam (tahajud), puasa senin kamis, shalat dhuha, shodaqoh dan yang lainnya merupakan amaliyah yang selalu dikerjakan oleh Rasul, tetapi banyak diantara kita yang masih malas bahkan secara sengaja meninggalkan sunnah beliau tersebut. Akhirnya marilah kita rayakan maulud Nabi 1433 H tahun ini bukan hanya dengan selamatan -yang menjadi tradisi di beberapa daerah-, tapi yang terpenting adalah menghidupkan sunnah-sunnah Rasul dalam kehidupan kita sehari-hari. Wassalamu'alaikum...